Saturday, March 5, 2011

Ramai-ramai Melarang Ahmadiyah

http://fokus.vivanews.com/news/read/207831-ramai-ramai-melarang-ahmadiyah


Fokus
Kontras mencatat sedikitnya ada 11 peraturan daerah membatasi ruang gerak Jemaat Ahmadiyah



SABTU, 5 MARET 2011, 09:42 WIB


VIVAnews - Gelombang kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah memicu rentetan pelarangan aliran kontroversial ini di berbagai daerah. Komisi Orang Hilang untuk Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, hingga kini sedikitnya ada 11 peraturan daerah--yang diteken bupati hingga gubernur--yang melarang atau membatasi ruang gerak kelompok ini.
Terhitung mulai Februari 2011, setelah meletup tragedi Cikuesik, Pandeglang, ada empat daerah yang menerbitkan keputusan melarang segala aktivitas  Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Keempatnya adalah keputusan Gubernur Sumatera Selatan pada tanggal 8 Februari 2011; Bupati Pandeglang, Banten, pada tanggal 21 Februari 2011; Walikota Samarinda pada 25 Februari 2011; dan Gubernur Jawa Timur pada 28 Februari 2011.


Sejumlah pemerintah daerah telah lebih dulu melakukannya. Di antaranya: Lombok Timur pada 1983; Kuningan, Jawa Barat (2002); Garut, Jawa Barat (2005); Cianjur, Jawa Barat (2005); dan Sukabumi, Jawa Barat pada 2006.
Di Jawa Timur, Gubernur Soekarwo meneken surat keputusan Nomor 188/94/KPTS/013/2011. Isinya berisi sederet larangan bagi Jemaat Ahmadiyah untuk: menyebarkan ajaran baik secara lisan, tulisan, maupun melalui media elektronik; memasang papan nama dan segala bentuk atribut lain di tempat umum, masjid, mushala, lembaga pendidikan, dan tempat-tempat umum.


Soekarwo menyatakan pelarangan itu ditetapkan sesuai prosedur demokrasi. Sebelum keputusan diambil, dia mengatakan telah mengadakan pertemuan dengan pihak Ahmadiyah dan pihak-pihak terkait lainnya. Karena itu, dia mengatakan siap meladeni jika ada gugatan dari Ahmadiyah pusat, jika tidak terima dengan keputusan itu.  


"Kami tidak melarang akidah atau ritualnya. Cuma, jangan menggunakan sound systemsaat adzan atau beribadah," kata Gubernur. Ibadah dinyatakan hanya dilakukan di lingkungan mereka sendiri dan Jemaat Ahmadiyah diminta agar tidak memicu gejolak dan kecemburuan sosial.
Dan Maret ini, ruang gerak Jemaat Ahmadiyah bakal makin sempit.
Kamis 3 Maret, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, juga mengambil langkah serupa. Dia menandatangani Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat.


Ahmad Heryawan menjelaskan, peraturan itu diambil melalui rapat koordinasi pimpinan daerah sehari sebelumnya. Hal-hal yang dilarang kurang lebih sama dengan keputusan koleganya di Jawa Timur.
Menurut dia, aturan ini dikeluarkan demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat; termasuk larangan menyerang dan menyakiti warga Ahmadiyah. "Dan mengawasi aktivitas Jemaat Ahmadiyah dari kegiatan penyebaran ajaran yang menyimpang dari Islam," kata dia. "Bila larangan tersebut dilanggar, Pemda akan menghentikan aktivitas Jemaat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan." 


Di hari yang sama, larangan serupa diberlakukan di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat. Hal itu ditetapkan dalam Keputusan Walikota Bogor Diani Budianto yang dinyatakan berlaku sejak ditandatangani, 3 Maret 2011.


Dalam surat keputusan itu dinyatakan, pengikut Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan segala kegiatan yang berkaitan dengan penyebaran, penafsiran, dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam. "Mereka juga dilarang menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun," ujar Diani.


Ia berdalih pelarangan itu dilakukan sebagai salah satu bentuk kewajiban Pemerintah Kota Bogor untuk melindungi masyarakat dan menjaga persatuan kesatuan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahkan, warga Ahmadiyah juga segera akan menjadi 'warga negara kelas dua' di ibukota mereka sendiri. Rencana serupa sedang digodok Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bahkan, Gubernur Fauzi Bowo mengatakan akan membuat peraturan yang lebih luas cakupannya. "Kalau perlu tak hanya surat keputusan, tapi kami akan bicara dengan DPRD, membuat peraturan daerah," kata Fauzi di Balai Kota Jakarta, Jumat, 4 Maret 2011.
Untuk itu, Fauzi sudah membentuk tim pengkaji surat keputusan, yang berasal dari kantor Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan kantor Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik.
***
Namun, ada sebuah 'daerah istimewa' bagi jemaah Ahmadiyah: Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tengah ramai-ramai terbitnya peraturan daerah melarang Ahmadiyah, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X justru menjamin tidak akan menerbitkan ketentuan serupa.
Menurut Sultan, keberadaan Ahmadiyah di Yogyakarta selama ini tidak pernah menimbulkan masalah. "Yogyakarta kini damai, jadi tak perlu provokasi," kata Sultan, Kamis kemarin. "Daerah yang mengeluarkan SK pelarangan Ahmadiyah, itu inisiatif mereka untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan."


Lalu bagaimana tanggapan Jemaat Ahmadiyah?
Mubalig Ahmadiyah Wilayah Sulawesi Selatan Barat, Ustadz Jamaluddin Feeli, mengatakan, berbagai larangan tersebut adalah bagian dari kenyataan hidup yang harus mereka jalani. "Ada yang menerima kami, ada yang tidak. Ada yang sudah paham, ada yang belum. Namun yang terpenting adalah dialog, agar ada titik temu," kata dia saat dihubungiVIVAnews.com, Jumat kemarin.


Jamal meminta pemerintah, termasuk pemerintah daerah, bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan "agar tidak ada yang merasa dilarang dan dibubarkan".


Suara lebih keras datang dari mubalig Ahmadiyah Wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Nasiruddin Ahmadi. Ditanya soal itu, dia lantang menyatakan bahwa pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah itu nyata-nyata melanggar konstitusi dan "tidak sesuai dengan prinsip kebhinekaan Indonesia." (Laporan: Ayatullah Humaeni, Bogor; dan Tudji Martudji, Surabaya | kd)

No comments:

Post a Comment