Wednesday, November 11, 2020

Islamic Defenders Front

 https://www.trackingterrorism.org/group/front-pembela-islam-islamic-defenders-front-fpi


Front Pembela Islam is a domestic Indonesian terrorist organization whose goal is the implementation of Shari’ah in Indonesia. It presents itself as an ally of government security forces in their attempts to control sin and vice, and  uses hate speech to motivate and legitimize violent attacks on organizations and individuals it considers to be sinful or religiously deviant. It has targeted Christian minorities and members of the Ahmadiyah Muslim sect. It conducts hate speech campaigns against Muslim organizations and intellectuals supporting religious freedom, branding them as “enemies of the state” and “more satanic than Satan.”VideoVideo: 2012 A rally by the Islamic Defenders Front against the killing of Rohingya Muslims in Myanmar turned violent in Makassar on Friday, as protesters attacked two Buddhist temples in the South Sulawesi capital.  The Islamic Defenders Front (FPI) began the rally after finishing their Friday prayer at Al-Markaz Al-Islami Mosque,…

Front Pembela Islam (Islamic Defenders Front -- FPI), also known as Front for Defenders of Islam, Islamic Defenders Front is an active group formed c. 1998.

Tuesday, November 10, 2020

Beredar Video Munarman Jubir FPI di Acara Baiat kepada ISIS

https://www.dutaislam.com/2019/07/beredar-video-munarman-jubir-fpi-di-acara-baiat-kepada-isis.html

Senin, 29 Juli 2019













Screenshot Video Jubir HTI Ustadz Munarman di Baiat ISIS. Foto: dutaislam.com.

DutaIslam.Com - Jubir Front Pembela Islam (FPI) Ustadz Munarman terindikasi bagian dari kelompok teroris ISIS. Hal ini terungkap melalui sebuah rekaman video yang beredar di media sosial.

Dalam video berdurasi 45 detik yang diposting akun Twitter bernama HTI Is Enemy atau @FPICurutHTI terlihat Ustadz Munarman menjadi pembicara dalam acara bertajuk "Tabligh Akbar Syariat Islam Solusi Terbaik Negeri Idaman Harapan Umat".

Nama Ustadz Munarman tertera di spanduk bersandingan dengan Ustadz Muhammad Basri yang dalam acara tersebut memandu acara baiat kepada ISIS pimpinan Al Baghdadi. Ustadz Munarman terlihat di meja pembicara.

Video singkat tersebut merekam sejumlah orang yang berbaiat kepada ISIS yang dipandu Ustadz Muhammad Basri.

"Saudara-saudara sekalian, yang pertama mari kita perbaharui iman kita dengan membaca syahadat ashaduallailaha illallah," kata Ustadz Basri memulai baiat.

"Nahnu Nubayi'u Kholifatal Muslimin Abu Bakril Baghdadi Al Quraisy," sambungnya yang kemudian diikuti oleh peserta yang hadir.

Belum diketahui secara pasti dimana acara baiat kepada ISIS tersebut berlangsung. Namun terekam dalam video, dua bendera ISIS terpasang di bagian depan. Sementara di sisi kanan bendera yang sama dikibarkan.

Video tersebut sontak mengundang reaksi dari banyak pihak. Dorongan kepada pemerintah agar FPI dibubarkan terus disuarakan dengan tagar #Bubarkan FPI.

"Kami mendukung Pemerintah segera #BubarkanFPI. Mereka berbaiat pada Abu Bakar Al Baghdadi pimpinan ISIS. Bubarkan FPI segera jika tak ingin Indonesia bernasib sama seperti Suriah," kata akun HTI Is Enemy dengan menyeratakan @tjahjo_kumolo, @Kemendagri_RI, @wiranto1947, dan @DivHumas_Polri, Ahad (28/07/2019).


Hingga berita ini ditulis, video tersebut telah ditonton sekitar 84.6K. Postingan HTI Is Enemy telah diretweet sebanyak 471 kali. Termasuk oleh Mentri Agama Lukman Hakim. [dutaislam.com/pin]

Benarkah Rizieq Shihab Layak Menyandang Gelar Habaib?

 http://redaksiindonesia.com/read/benarkah-rizieq-shihab-layak-menyandang-gelar-habaib.html

Oleh : Zulfikar Mahdanie








Habib, siapakah dia? Gambaran Habib bagi masyarakat Indonesia barangkali adalah seorang laki-laki berwajah Arab, berjanggut, bersorban, dan mengenakan gamis. Namun, di luar soal tampilan, biasanya seorang Habib memiliki banyak sekali jamaah yang rutin menghadiri kegiatan keagamaan yang dilakukan olehnya. Namun siapakah sebenarnya Habib itu? Sejarah mencatat, keberadaan para Habib di Indonesia sudah berlangsung lama sejak sebelum kemerdekaan.

Di antara nama Habib-habib di Indonesia yang mempunyai nama dalam lingkup nasional adalah Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi atau lebih populer dengan nama Habib Ali Kwitang, Pendiri Majelis Ta’lim Kwitang, Jakarta; Habib Ali Alatas, mantan Menteri Luar Negeri; dan yang belakangan banyak menghiasi berita media nasional, Habib Rizieq Shihab, pendiri dan ketua FPI (Front Pembela Islam). Selain nama-nama tersebut masih banyak Habib-habib lainnya yang mempunyai pengaruh besar.

“Habib” yang yang secara tekstual berarti “kekasih” adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada para keturunan Nabi Muhammad SAW yang tinggal di daerah Lembah Hadhramaut, Yaman; Asia Tenggara; dan Pesisir Swahili, Afrika Timur.[1] Lebih spesifik lagi, definisi “keturunan” ini mesti dari keturunan Husein, yakni putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra (putri Nabi Muhammad SAW).

Secara pemaknaan, Quraish Shihab memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai Habib, “Habib itu orang yang mengasihi dan dikasihi. Jadi kalau ‘mengasihi’ dalam bahasa Arab itu artinya ‘muhib’. Kalau ‘yang dikasihi’ itu ‘mahbub’. Kalau ‘habib’, bisa berarti subjek bisa berarti objek. Jadi, ‘habib’ tidak boleh bertepuk sebelah tangan, hanya mau dicintai tapi tidak mencintai orang,” ujar Quraish Shihab dalam sebuah wawancara.

Asal muasal keberadaan para Habib dapat dilacak dari pendirinya, yaitu Ahmad bin Isa (wafat tahun 345 H). Pria yang lebih dikenal dengan nama Al-Imam Ahmad bin Isa atau al-Imam al-Muhajir ini adalah generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.Secara berturut-turut garis keturunannya dapat dilihat dari diagram pada lampiran di bawah

Ahmad bin Isa diketahui melakukan hijrah dari Basra ke Hadhramaut (Yaman) bersama keluarganya pada tahun 317 H untuk menghindari Dinasti Abbasiyah yang sedang berkuasa pada saat itu. Sebelum ke Yaman, Ahmad bin Isa diketahui pernah melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah, dia kemudian tinggal di dekat kuburan buyutnya. Di Madinah, beredar isu bahwa para keturunan Rasul akan mengambil alih kekuasaan. Isu tersebut membuat pemerintah yang berkuasa saat itu cemas sehingga banyak keturunan Nabi yang diburu dan bahkan dibunuh. Karena hal itu lah, akhirnya Ahmad bin Isa dan keluarganya memutuskan untuk berhijrah.

Sementara, versi lain mengatakan bahwa Ahmad bin Isa adalah seorang yang ‘alim, ‘amil (mengamalkan ilmunya), hidupnya bersih dan wara’ (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Di Irak beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang, dan mempunyai kekayaan cukup banyak. Mereka hijrah ke Hadhramaut bukan karena dimusuhi atau dikejar-kejar oleh penguasa, melainkan karena lebih mementingkan keselamatan akidah keluarga dan pengikutnya. Mereka hijrah dari Basrah ke Hadhramaut mengikuti contoh kakek buyutnya, yaitu Muhammad Rasulullah SAW yang hijrah dari Mekah ke Madinah.

Ahmad bin Isa wafat di Husaisah, salah satu desa di Hadhramaut, pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi (Alawi), Jadid, dan Ismail.

Pada akhir abad ke-6 H keturunan Ismail dan Jadid dikatakan tidak mempunyai kelanjutan, sehingga mereka punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap berlanjut.

Keturunan dari Alwi inilah yang kemudian dikenal dengan kaum Alawiyin. Maka, secara khusus, istilah “Habib” mengacu kepada keturunan Alwi bin Ubaidillah (wafat awal abad ke-5 H).

Ahmad bin Isa semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang berilmu tinggi dan berbudi tinggi, selain itu, beliau adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, sehingga banyak orang yang beranggapan bahwa beliaulah pewaris agama Islam serta Ahlul Bait yang sah.

Berdasarkan fakta tersebut, maka dalam perkembangannya, wilayah Hadhramaut menjadi semacam “sekolah” bagi orang-orang yang ingin menimba ilmu agama Islam, walaupun sebenarnya di sana tidak ada institusi formal. Hubungan antara murid dan guru di sana lebih diikat dalam bentuk ikatan spiritual. Di kemudian hari sekolah Hadhramaut dikenal memiliki aliran tersendiri yang disebut al-tariqa al-Alawiyya (Tarikat Alawiyin).

Dengan keberadaan Tarikat Alawiyin, maka istilah Habib di Hadhramaut menjadi lebih luas, tidak lagi dibatasi sebatas garis keturunan. Lulusan sekolah Tarikat Alawiyin yang ternama pun dapat dipanggil sebagai Habib.

Berdasarkan keterangan diatas mari kita coba menelusuri apakah Rizieq Shihab benar memiliki sanad sebagai satu keturunan rasulullah SAW ?

Berdasarkan silsilah diatas gelar habib bisa bermakna berbeda yaitu habib yang memiliki silsilah keturunan langsung dari Alwi bin Ubaidillah atau bisa juga disebut habib karena pernah menimba ilmu langsung sekolah tarikat alawiyin

Jika mengacu berbagai klaim beliau keturunan Rasulullah maka Rizieq Shihab harus memiliki jalur silsilah berdasarkan keturunan sampai kepada Alwi bin ubaidillah putra Ahmad bin Isa

Berdasarkan sumberhttps://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Rizieq_Shihab , ayah Rizeq shihab bernama Hussein Shihab dan berdasarkan sumber https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hussein_Shihab kakek rizieq bernama Muhammad bin Hussein Shihab selanjutnya kita harus menelusuri silsilah kakeknya Sampe ke Alwi bin Ubaidillah

Berdasarkan sumber https://kanzunqalam.com/…/misteri-silsilah-habib-rizieq-sh…/ dari pihak ibunya Syarifah Sidah (Saidah) binti Alwi bin Zein Alattas ditemukan silsilah yang terputus dan atau tidak bisa di telusuri sehingga di abaikan dan sanad harus dari pihak laki laki (ayah kakek dst)

Bahkan klaim neneknya Rizieq shihab merupakah keponakan dari Raden Muhammad Ali Nitikusuma atau Salihun, kepala Pendekar kelompok Pituan Pitulung (populer dengan sebutansi Pitung) klaim HRS di media berikut : https://youtu.be/h2FQK38di8M terbantahkan dan merupakan sebuah informasi yang tidak benar

Kita lanjutkan melalui jalur kakeknya Muhammad bib Hussein Shihab ternyata tidak benar dan sanad terputus untuk sampai pada Alwi bin Ubaidillah (lampiran silsilah terlampir pada diagram di bawah)

Literasi yang lebih mendekati adalah Muhammad bin Hussein Shihab dan leluhurnya adalah merupakan orang yang pernah bersekolah dan menjadi bagian dari komunitas sekolah tarikat Alawiyyin di Hadramaut (negara Yaman)

Gelar Habib yang di peroleh leluhur Habib Rizieq adalah gelar BUKAN dalam arti pihak yang memiliki hubungan silsilah / keturunan Nabi Muhammad SAW tetapi istilah Habib dalam makna spiritual yang lebih luas yaitu sebagai lulusan atau pengurus atau anggota komunitas sekolah Tarikat Alawiyin di negara Yaman

Analisa dan kesimpulan diatas sesuai dengan penuturan buku Cahaya, Cinta dan Canda karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati yang ditulis oleh Mauluddin Anwar dan kawan-kawan, dijelaskan soal urusan habib dan kiai tersebut. Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) ini hanya mau dipanggil habib oleh cucunya saja, karena lebih cocok berdasarkan artinya (bukan karena keturunannya)

Di kalangan Arab-Indonesia, habib menjadi gelar bangsawan Timur Tengah yang merupakan kerabat Nabi Muhammad SAW (Bani Hasyim). Khususnya yang silsilahnga dinisbatkan terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidatina Fatimah Az-Zahra yang menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

ATAU

Panggilan habib JUGA berarti bukan orang yang memiliki hubungan keturunan / silsilah langsung kepada nabi Muhammad SAW tetapi sebagai identitas khusus keturunan Arab-Indonesia yang memiliki Moyang yang berasal dari Negeri Yaman, khususnya Hadhramaut. Kakek Prof Quraish Shihab, Habib Ali bin Abdurrahman Shihab berasal dari Hadhramaut.

Dan Prof Quraish Shihab memilih tidak memakai/melepaskan gelar Habibnya baca berita lengkapnya di link berikut : https://kumparan.com/…/quraish-shihab-sekeluarga-memilih-me…

Namun demikian berdasarkan berbagai sumber baik berita online maupun video saya belum/tidak berhasil menemukan pernyataan langsung Rizieq Shihab yang menyatakan dirinya adalah keturunan Nabi, berita atau klaim hanya di sampaikan oleh bebetapa oknum pengurus FPI,simpatisan seperti Eggy Sujana dan informasi informasi oral yang disampaikan oleh pihak yang tidak memiliki validitas,legal standing maupun kompetensi terhadap materi informasi tersebut

Ada pula satu sumber lain yang mencoba meakukan penyesatan informasi yaitu melalui sumber situs dakwahmediadotco dan akhirnya situs yang bersangkutan telah menghapus berita tersebut karena ketakutan akan dosa besar akibat mencatut nama nabi,sungguhnya jarang situs situs partisan meminta maaf serta membuat pengakuan menyebarkan hoax dan meminta maaf secara resmi

Serta pernyataan tanpa fakta RS cucu nabi,visa unlimited dsb nya oleh Eggy Sudjana yang terkenal sangat sering menyebarkan berita bohong (pernah divonis bersalah pada bulan Agustus 2011 dalam kasus fitnah kepada SBY yang tanpa dasar dituduh menerima Mobil Jaguar)

KESIMPULAN

"HABIB" RIZIEQ SHIHAB BUKAN KETURUNAN NABI MUHAMMAD,KLAIM APAPUN MENGENAI HAL INI ADALAH SEBUAH BERITA BOHONG DENGAN MENCATUT IDENTITAS NAMA NABI MUHAMMAD SAW

Wallahu 'alam bishawab

Sumber :

1.https://ganaislamika.com/melacak-asal-usul-habib-di-indone…/
2.http://www.sarkub.com/asal-usul-para-habaib-di-nusantara/
3.Ismail Fajrie Alatas, Habaib in Southeast Asia, The Encyclopaedia Of Islam Three (Leiden: Brill, 2018), hlm 56.
4.https://tirto.id/keluarga-shihab-dan-kesalahpahaman-kesalah…
5.http://www.nu.or.id/…/kenapa-quraish-shihab-enggan-dipanggi…

Sumber : Status Facebook Zulfikar Mahdanie

Wednesday, September 9, 2020

IPAC Sebut Ada Jaringan ISIS di Sumatera Barat

 IndependensI

https://independensi.com/2020/02/28/ipac-sebut-ada-jaringan-isis-di-sumatera-barat/

Pengamat terorisme Sydney Jones

JAKARTA (Independensi.com) – The Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) atau The Institut Analisis Kebijakan Konflik, memperingatkan Pemerintah Republik Indonesia, untuk mewaspadai jaringan The Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) yang memiliki hubungan dengan jaringan teroris Afganistan di wilayah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Hal itu terungkap dalam rilis IPAC berjudul: “Learning From Extremists in West Sumatra” atau “Belajar Dari Ekstremis di Sumatra Barat”, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2020.

Pemerintah Republik Indonesia, mesti memahami atau mewaspadai, bagaimana kelompok studi lingkungan di Indonesia berubah menjadi sel pro-ISIS dengan tautan ke Afghanistan dapat menawarkan petunjuk tentang strategi yang efektif untuk melawan ekstremisme.

Direktur IPAC, Sydney Jones, menyebutkan, pihaknya telah meneliti bagaimana dua kelompok di kota Padang dan Bukittinggi memperluas jaringan mereka selama satu dekade melalui jaringan perdagangan dan migrasi, paparan langsung ke ulama radikal, dan proses melarikan diri ke daerah baru untuk menghindari polisi.

“Studi di Sumatera Barat mempertanyakan kebijaksanaan pendekatan Pemerintah Indonesia dalam memperlakukan radikalisme sebagai masalah kurangnya nasionalisme, dapat disembuhkan dengan indoktrinasi dalam ideologi negara, Pancasila,” kata Sidney Jones, Direktur IPAC.

“Masalahnya di sini lebih konkret: sebuah masjid yang menjadi tempat diskusi ekstrimis selama lebih dari satu dekade tanpa perhatian dari otoritas lokal dan orang-orang yang dideportasi dari Turki yang kembali ke rumah tanpa pengawasan yang memadai.”

Laporan ini melacak bagaimana kedua kelompok berevolusi secara berbeda dari asal yang sama. Keduanya bermula sebagai cabang dari kelompok advokasi pro-syari’ah, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Keduanya, menurut Sydney Jones, memiliki anggota yang pindah ke Jakarta untuk melakukan bisnis di pasar kain terbesar di Asia Tenggara di Tanah Abang, Jakarta, di mana mereka berhubungan dengan ulama terkemuka hari itu dan mengundang mereka kembali ke Sumatra.

Namun, para pemimpin individu mengarahkan kelompok-kelompok itu ke arah yang berbeda, dan perselisihan sering terjadi, yang mengakibatkan keretakan. Kelompok Padang ingin melakukan serangan, kelompok Bukittnggi kurang tertarik pada kekerasan di rumah.

Seorang pria di Bukittinggi memiliki kontak di al-Qaeda, jadi meskipun anggota ingin bergabung dengan ISIS, mereka menemukan diri mereka di Idlib, Suriah dengan Front al-Nusra. Seorang lelaki Padang pada tahun 2017 menjadi penghubung ISIS di Khorasan, “provinsi” ISIS di Afghanistan, mendorong orang Indonesia lainnya untuk bergabung dengannya.

Orang yang dideportasi memainkan peran utama dalam cerita ini. Sebuah rumah perlindungan di Turki untuk orang Indonesia yang menunggu untuk menyeberang ke Suriah menjadi simpul penting yang menghubungkan Sumatra Barat ke lingkaran yang lebih luas dari para ekstremis.

“Program rehabilitasi, reintegrasi dan pemantauan yang efektif untuk orang yang dideportasi, sekarang berjumlah lebih dari 550, masih kurang di Indonesia,” kata Jones.

“Mengetahui bagaimana orang-orang yang dideportasi telah bernasib kurang baik, bahkan beberapa tahun setelah kepulangan,  mereka dapat membantu dalam pengembangan program-program untuk para migran yang kembali di masa depan,” tambah Sydney Jones. (Aju)

Diunggah oleh: Roberto Firmino

Monday, September 7, 2020

Amirologi Akar Kebohongan Dakwah HTI

 https://ltnnujabar.or.id/amirologi-akar-kebohongan-dakwah-hti/ 


Amirologi Akar Kebohongan Dakwah HTI

Jika keseluruhan ajaran Syiah adalah pancaran dari pemahaman mereka tentang konsep Imam (imamah/imamologi) maka kesemua kegiatan Hizbut Tahrir berasal dan kembali ke Amir Hizbut Tahrir atau amirologi.

Hizbut Tahrir menganut doktrin kepemimpinan tunggal secara mutlak. Hizb huwa amir; Amir huwa hizn. Amir Hizbut Tahrir sangat berkuasa. Dia berhak mengangkat dan memberhentikan pengurus Hizbut Tahrir. Dia memiliki otoritas penuh untuk mengelola dana Hizbut Tahrir dari seluruh dunia. Dia juga punya wewenang mengubah dustur partai (AD/ART) dan rancangan dustur Khilafah (UUD Khilafah). Dan hanya dia yang boleh menentukan dan merevisi kitab-kitab halaqah.

Pengurus HTI sering menyebutnya Preskom (Presiden Komisaris). Kode rahasia yang tidak diketahui kebanyakan anggota dan simpatisan HTI. Hizbut Tahrir sangat menjaga kerahasiaan keberadaan Amirnya. Konon katanya Amir Hizbut Tahrir buronan intelejen di dunia. Posisi Amir Hizbut Tahrir selalu berpindah-pindah. Dia tidak akan berada di satu tempat lebih dari 3 hari.

Teka teki siapa Khalifah ketika kekuasaan berhasil diraih HTI, dijawab dengan gamblang oleh Ust. Hafidz Abdurrahman (otoritas tertinggi HTI di bidang tsaqafah Islamiyah) di website HTI beberapa tahun lalu sebelum ditutup. Dia mengatakan kader terbaik partailah (maksudnya kader terbaik Hizbut Tahrir) yang akan jadi Khalifah jika HTI berhasil meraih kekuasaan. Siapa kader terbaik Hizbut Tahrir? Ya, pasti Amir Hizbut Tahrir yang bernama Syaikh Atha Abu Rusytah dari Palestina, sekarang berumur 75 tahun.

Jika syabab HTI jeli, sebenarnya isyarat bakal diserahkannya kekuasaan Khalifah kepada Amir Hizbut Tahrir termaktub di kitab at-Takattul Hizbi yang mereka halaqahkan setelah selesai kitab Nizhamul Islam. Isyarat itu lebih jelas lagi di kutaib (booklet) suplemen kitab at-Takattul Hizbi yakni Dukhul Mujtama’, Nuqthatul Intilaq dan Tahrik Siyasi. Singkat kata HTI sedang memperjuangkan Amirnya jadi Khalifah layaknya PDIP memperjuangkan kader terbaik mereka Jokowi jadi Presiden atau seperti partai Gerindra memperjuangkan Prabowo jadi Presiden.

Sah-sah saja HTI memperjuangkan Amirnya jadi Khalifah, hanya saja metode peraihan kekuasaan oleh Amir Hizbut Tahrir yang tidak melalui proses pemilihan secara terbuka sangat bertentangan dengan tradisi suksesi Khulafaur Rasyidin. HTI menetapkan thalabun nushrah sebagai metode suksesi kepemimpinan negara dengan alibi thalabun nushrah merupakan metode Nabi Saw mendirikan daulah Islam.

Thalabun nushrah adalah teori peralihan kekuasaan yang dirumuskan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berdasarkan pemahamannya tentang Sirah Nabawiyah. Teori ini mencita-citakan diperolehnya kekuasaan secara cuma-cuma (gratis) tanpa syarat karena faktor kepercayaan pemilik kekuasaan kepada Hizbut Tahrir.

Teori ini merujuk kepada penyerahan kekuasaan pemimpin kaum ‘Aus dan Khazraj di Yatsrib kepada Rasulullah Saw. Menerima kekuasaan secara cuma-cuma karena faktor kepercayaan inilah mimpinya HTI. Cara HTI memanen kekuasaan sangat naif dan utopis. Mana ada di dunia ini seorang Presiden, Raja, Sultan, Perdana Menteri, panglima militer yang mau menyerahkan kekuasaanya kepada Hizbut Tahrir.

Mengasumsikan kepribadian Amir Hizbut Tahrir sama dengan kepribadian Nabi Saw sehingga sama-sama dipercaya untuk menerima kekuasaan secara gratis, jelas asumsi konyol. Muhammad Saw itu Nabi dan Rasul. Dari kecil sudah dikenal kejujurannya. Lah ini, Amir Hizbut Tahrir siape lho! Jangankan mengetahui sifat-sifat pribadinya, wajahnya saja tidak dikenal orang.

Ust. M. Shiddiq al-Jawi (ahli fiqih HTI) pada tulisannya di majalah al-Wa’ie Mei 2011 merinci teknis thalabun nushrah. Thalabun nushrah dilakukan oleh tim kecil. Paling banyak 5 orang. Tim ini disebut lajnah thalabun nushrah langsung di bawah supervisi Amir Hizbut Tahrir. Tim ini bertugas mendekati, membina dan mengarahkan pemilik kekuatan bersenjata (perwira tinggi dan menengah) untuk mendapatkan nushrah.

Nushrah di sini maksudnya kekuasaan. Kekuasaan diambil melalui jalan damai dulu, jika gagal mau tidak mau dengan kekuatan senjata. Pada kenyataannya mana ada penguasa (Presiden, Raja, Sultan) yang mau menyerahkan kekuasaan secara gratis kepada Hizbut Tahrir, maka pasti Hizbut Tahrir menggunakan kekuatan senjata dari pasukan yang dipimpin oleh perwira tinggi atau menengah yang mereka bina. Dengan kata lain, kudeta militer.

Kita bisa simpulkan bahwa semua aktivitas HTI semata-mata untuk meraih kekuasaan yang nantinya akan diserahkan kepada Amirnya melalui jalan kudeta. Untuk mengkaburkan tujuan akhir gerakan mereka HTI mengklaim thalabun nushrah sebagai metode Rasulullah Saw dalam mendirikan daulah Islam. Klaim ini bertentangan dengan fakta. Kenyataannya di Madinah Rasulullah Saw mendirikan daulah Nubuwwah bukan daulah Khilafah. Beliau Saw sangat layak menerima kekuasaan dari umatnya karena posisinya sebagai Nabi dan Rasul.

Rasulullah Saw tidak pernah mendirikan Khilafah karena Khilafah justru didirikan para sahabat setelah Beliau Saw wafat. Para sahabat mendirikan Khilafah yang ditandai dengan pemilihan Khalifah dengan cara musyawarah dan pemilihan secara terbuka. Keempat Khalifah di masa Khulafaur Rasyidin tidak pernah melakukan gerakan politik, thalabun nushrah dan kudeta. Di sinilah HTI berbohong atas nama Nabi Saw ketika mengatakan mereka mengikuti metode Rasulullah Saw dalam mendirikan. Sekali lagi bagaimana Rasulullah Saw punya metode untuk mendirikan Khilafah lah wong Rasulullah Saw sendiri tidak pernah mendirikan Khilafah kok.

Muhammad Saw diutus Allah Swt untuk menyampaikan risalah Islam. Mengajak kaumnya beriman kepada Allah Swt dan hari akhir dan untuk menyempurnakan akhlak mereka. Kekuasaan politik bukan tujuan dakwahnya karena kekuasaan politik itu menyatu dengan kenabian dan kerasulannya. Muhammad Saw tidak perlu thalabun nushrah kalau mau berkuasa karena Beliau Saw sejak di awal sudah jadi pemimpin umat manusia.

Beliau Saw mendatangi para pemimpin suku di jazirah Arab agar mereka beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Beliau Saw dalam dakwah sama sekali tidak berpretensi untuk mengambil alih kekuasaan dari para pemimpin Arab. Dusta Hizbut Tahrir atas nama Nabi Saw yang terbesar adalah mereka mengatakan mengikuti metode nubuwwah berdasarkan sirah nabawiyah dalam memperjuangkan Amirnya jadi Khalifah dengan cara kudeta militer.

Bandung, 27 Oktober 2018

Sunday, September 6, 2020

Kontra Narasi Khilafah HTI = Menodai Agama? Sungguh Argumen yang Pongah

 https://arrahim.id/ana/kontra-narasi-khilafah-hti-menodai-agama-sungguh-argumen-yang-pongah/

Ainur Rofiq Al Amin

Ainur Rofiq Al Amin  4 September 2020

Postingan di Youtube yang beredar pada September ini menunjukkan bahwa ada Lembaga Bantuan Hukum yang mengatakan bahwa khilafah adalah ajaran Islam, dan Islam adalah agama resmi yang dilindungi negara. Kesimpulannya, siapa yang menyudutkan atau menentang khilafah, sama dengan melakukan penodaan agama dan bisa dijerat dengan UU Penodaan Agama.

Tentu ujaran sepihak di atas perlu ada kontranarasi; tidak dibiarkan mengudara di medsos. Selama eks-HTI maupun simpatisannya masih bebas berkeliaran, maka selama itu pula kita perlu melakukan kontranarasi. Karena buktinya beberapa tokoh ada yang terhanyut nalar HTI dan malah dimanfaatkannya. Kita perlu menjaga generasi milenial dan centennial, wabilkhusus generasi muda NU dari narasi yang “menghasut” atas nalar waras mereka.

Di buku saya Mematahkan Argumen Hizbut Tahrir terbitan Wahid Foundation (2019) tercantum bab “Khilafah ala Hizbut Tahrir Merupakan Ajaran Islam, dan ada di Kitab Kuning?” Di situ saya paparkan bagaimana “provokasi” ala HTI untuk “menyempitkan” wacana khilafah.

Untuk itu, saya melakukan brainstorming agar gen Y dan gen Z di Indonesia memahami bahwa khilāfah atau imāmah atau al-imāmah al-uz itu tidak tunggal dalam wacana. Pun demikian, sistem politik dalam khazanah pemikiran Islam juga tidak tunggal.

Konklusi mereka bahwa khilafah adalah ajaran Islam, dan Islam adalah agama resmi yang diakui NKRI, lalu sesiapa yang menentang khilafah sama dengan menentang Islam dan bisa dihukum. Konklusi ini bisa dipatahkan bila kita mau menelusuri jejak (sekali lagi jejak, tapi bukan jejak khilafah), yakni jejak perjalanan bangsa Indonesia.

Dalam majalah al-Wa’ie milik eks-HTI terbitan tahun 2010 ada judul tulisan “SM Kartosoewirjo: Pejuang Syariah yang Teguh”. Tulisan singkat itu mengapresiasi penuh apa yang dilakukan Kartosuwiryo.

Kalau Kartosuwiryo dianggap oleh simpatisan Hizbut Tahrir sebagai pejuang syariah yang teguh, namun bagi para ulama, Kartosuwiryo malah dianggap bughat, lalu diperangi oleh negara. Selanjutnya apakah para ulama ini menentang syariah dan menentang Islam?

Padahal jelas Kartosuwiryo dalam UUD buatannya yang berjumlah 34 pasal menyebut Indonesia sebagai Negara Islam Indonesia, dan NII menjamin berlakunya syariat Islam, serta dasar dan hukum yang berlaku di Indonesia adalah Islam, serta hukum tertinggi adalah Alquran dan hadis sahih (baca buku “Biografi Singkat SM. Kartosuwiryo”).

Tapi Kartosuwiryo tetap dilabeli bughat oleh para ulama.Tentu para ulama tidak sembarangan, pasti ada acuannya.

Dalam kitab fikih dasar (apalagi yang advanced) yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyyah di pesantren, semisal Fath al-Qarīb sudah dijelaskan bab bughat sebagai kelompok muslim yang membangkang terhadap imam yang adil. Rasa-rasanya dari 18 kutub mutabannāt (kitab otoritatif) milik Hizbut Tahrir yang menyinggung tentang politik semisal Ajhizat Dawlat al-KhilāfahNizām al-Hukm fī al-Islāmal-Dawlah al-Islāmīyah, hingga kitab tebal tentang UUD HTI yakni Muqaddimat al-Dustūr tidak menyinggung bughat.

Mungkin mereka takut dibughatkan karena menentang negara-negara yang eksis saat ini. Hanya satu kitab yang bukan mutabannat seperti kitab Nizām al-Uqūbāt yang menyinggung tentang bughat. Sekalipun demikian, “menarik” penjelasan dalam kitab Nizām al-Uqūbāt itu bahwa termasuk dalam katagori bughat bagi mereka yang membangkang khalifah yang adil maupun Khalifah yang zalim.

Perlu diketahui bughat itu pelakunya juga bisa sesama muslim. Lalu siapa ulama NKRI yang membughatkan mereka? Dalam buku Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah, KH. Hasan berkisah bahwa suatu saat KH. Wahib Wahab memberikan kuliah fiqih siyāsah di pondok Tambakberas dan beliau menjelaskan pengalamannya dahulu bagaimana pemerintah Soekarno gamang memerangi DI/TII karena mereka sesama muslim. Namun dengan tegas KH. Wahib Wahab (putra KH. Wahab Chasbullah) bicara bahwa pelaku makar harus diperangi.

Masih di buku Tambakberas, salah seorang kiai bertobat dari DI/TII dan mengakui kebenaran pendapat KH. Wahab Chasbullah atas penentangannya terhadap DI/TII.

Tidak hanya DI/TII, tapi juga pemberontakan Masyumi dan Permesta juga ditolak ulama. Masih di buku Tambakberas, KH. Abdul Mun’im menjelaskan bahwa suatu saat KH. Idham Chalid dipanggil Kiai Wahab Chasbullah. Kiai Wahab berkata:

“Celaka Masyumi melakukan pemberontakan dan membentuk pemerintahan sendiri dengan cara kekerasan dengan memproklamirkan PRRI di Sumatera Barat.”

Wah, ini sudah jelas bughat, tidak bisa dibenarkan. Lalu, apa yang mesti kita lakukan Kiai? tanya KH. ldham Cholid. Kiai Wahab menjawab, ”Kita harus segera membuat pernyataan sikap, agar tidak didahului oleh kelompok Syuyuiyyūn (PKI). Karena PKI akan memanfaatkan peristiwa ini untuk menggebuk Masyumi dan umat Islam semuanya. Karena itu, kita mengeluarkan pernyataan sikap ini dengan dua tujuan. Pertama. agar PKI tahu bahwa tidak semua umat Islam setuju dengan pemberontakan PRRI. Kedua, agar dunia lnternasional jangan sampai menganggap bahwa pemerintah pusat sudah sepenuhnya dikuasai PKI, sebagaimana dipropagandakan Masyumi dan PSI untuk menggalang dukungan internasional.”

Maka dalam sejarah Indonesia saja gamblang bagaimana mereka yang menggendong-gendong Islam dalam politik bisa dibughatkan oleh para ulama, dan para ulama itu tidak dianggap menentang syariah Islam. Belum lagi kalau kita membaca sejarah politik dunia Islam. Malah begitu banyak darah tertumpah karena masalah bughat ini.

Pertanyaannya, kalau 99 persen rakyat Indonesia menentang khilafah ala Hizbut Tahrir, maka apakah akan dianggap menodai Islam dan akan dimasukkan penjara? Atau malah sebaliknya?

Hal yang pasti, eks-HTI telah menentang ajaran Islam berupa kesepakatan atas NKRI yang dibuat para pendiri bangsa termasuk para alim ulama. Kok bisa, mereka mau merubuhkan NKRI yang telah disepakati para pendiri bangsa dan ingin mengganti dengan khilafah ala Hizbut Tahrir. Sungguh sangat pongah.

Pernyataan terakhir, menentang suatu gagasan berbau Islam lalu dianggap menentang Islam, maka bisa dibayangkan kalau orang-orang seperti ini memegang kekuasaan politik dan memiliki kekuatan. [MZ]

Ainur Rofiq Al Amin Dosen Pemikiran Politik Islam UINSA dan UNWAHA Tambakberas serta pengasuh Al Hadi 2 PP Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang

Saturday, September 5, 2020

Integrasi Agama dan Pancasila yang ditakuti HTI

 http://redaksiindonesia.com/read/integrasi-agama-dan-pancasila-yang-ditakuti-hti.html


Oleh : Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar

Pancasila dirumuskan dan disepakati oleh para ulama NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam bersama tokoh-tokoh nasionalis religius pada tahun 1945. Tahun dimana Taqiyuddin an Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir), mengabdi sebagai hakim di Palestina yang secara adminstrasi masuk wilayah Yordania, yang secara politik di bawah kendali Inggris. Tahun dimana M. Ismail Yusanto, Abu Fuad, Hafidz Abdurrahman, Rohmat S Labib, Suteki, Fahmi Amhar, Felix Siauw, Ahmad Khozinuddin, dan kawanan mereka lainnya, masih di alam ruh.

HTI sama sekali tidak mempunyai history standing (pijakan sejarah) untuk komentar soal Pancasila. HTI juga tidak mempunyai legal standing (pijakan hukum) untuk berbicara soal Pancasila karena HTI menolak Pancasila sebagai ideologi negara yang sah. HTI pun tidak mempunyai moral standing (pijakan moral) untuk membahas Pancasila karena HTI tidak ikut merumuskan dan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara.

Karena tuna sejarah, tuna hukum dan tuna moral, ramai-ramai aktivis HTI ikut nimbrung bicara soal Pancasila. Mereka ingin membentuk opini seolah-olah mereka Pancasilais, berkamuflase mengelabui aparat dan masyarakat agar nanti tidak diciduk karena merencanakan kudeta.

HTI berjuang keras memisahkan agama dan Pancasila. Pola-pola sekularisasi Pancasila yang dulu pernah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Sekularisasi Pancasila memaksa masyarakat menjadi split personality (kepribadian yang terbelah). Satu sisi, mereka penganut agama, sisi lain penganut ideologi Pancasila.

Meski demikian, meski dipaksa-paksakan, ternyata masyarakat yang berkepribadian ganda tidak pernah terwujud. Masyarakat tetap agamis dan Pancasilais, karena pada hakikatnya agama dan Pancasila itu satu jiwa, satu nyawa dan satu ruh.

Upaya HTI melakukan sekularisasi Pancasila agar mempunyai celah untuk dibenturkan dengan umat beragama, dipastikan akan sia-sia. Yang terjadi justru sebaliknya, integrasi agama dan Pancasila semakin kokoh dan kuat seiring meningkatnya ilmu pengetahuan agama, iman dan taqwa masyarakat.

HTI paham betul, Pancasila tidak compatible dengan ideologi mereka. Pancasila penghalang ideologis bagi Khilafah Tahririyah versi HTI. Jika HTI berhasil kudeta, Amir mereka dibai'at menjadi Khalifah, Khilafah Tahririyah tegak; Pasti Pancasila lenyap. Lalu NKRI hancur karena wilayahnya pecah berkeping-keping.

HTI membawa isu PKI/Komunisme guna mengalihkan perhatian publik, padahal sebenarnya HTI lah yang anti Pancasila. Dari sudut pandang akhlak agama, HTI lebih bejat ketimbang PKI. Se-PKI-PKI-nya PKI, tidak pernah membawa-bawa nama Allah, tauhid, Rasulullah, syariah, dakwah dan hijrah sebagai tameng politik. Sedangkan HTI, selalu menjadikan asma Allah, tauhid, Rasulullah, syariah, dakwah dan hijrah sebagai alat propaganda. Na'udzubillah min dzalik.

Integrasi agama dan Pancasila telah menutup celah bagi HTI untuk memprovokasi tokoh agama dan masyarakat agar menolak Pancasila. Agama dan Pancasila tidak bisa dipisahkan meskipun HTI tidak menyukainya.

Sumber : Status facebook Ayik Heriansyah