Thursday, April 28, 2011

Din: Ajaran Radikal Akan Terus Berkembang

http://cetak.kompas.com/read/2011/04/27/02391667/din.ajaran.radikal.akan.terus.berkembang


Jakarta, Kompas - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, selama pemerintah tak mampu menyelesaikan permasalahan sosial, agama, ekonomi, dan politik, ajaran radikal, seperti jaringan Negara Islam Indonesia, akan terus berkembang subur. Kelompok tertentu kemudian akan menggunakan agama sebagai faktor justifikasi.
”Ini sebenarnya masalah lama, tetapi yang disayangkan, kenapa pemerintah tak bisa menyelesaikannya sejak dahulu. Bahkan, memberi peluang bagi berkembangnya jaringan ini hingga ke kampus. Negara seharusnya bisa menghentikan gerakan ini,” kata Din di Yogyakarta, Selasa (26/4).
Din mengakui, selain faktor ideologi agama yang salah, berkembangnya ajaran radikal juga disebabkan faktor nonagama, yaitu faktor sosial, ekonomi, dan politik. Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan pun tegas menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan bentuk negara yang ideal dan final.
”Kami mengimbau kepada umat Islam, khususnya anak muda, jangan sampai terpengaruh pemikiran pembentukan negara baru. Itu adalah pengaruh pemikiran masa lampau,” ujarnya.
Tinjau pelajaran agama
Di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, tugas Kementerian Agama (Kemag) adalah mencegah masuknya paham NII ke lembaga pendidikan. Paham ini bisa masuk melalui guru dan kegiatan pembinaan mental atau rohani. Pendidikan agama yang salah juga bisa memunculkan sikap intoleransi.
Karena itu, Kemag akan melihat kembali praktik pengajaran agama di lembaga pendidikan. Kemag akan menggandeng Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, untuk mengidentifikasi sekolah dan guru agama mana yang mengajarkan kekerasan.
Wakil Presiden Boediono juga meminta Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Menag memperbaiki kualitas program sekolah. Nuh mengakui, pendidikan kewarganegaraan sudah waktunya direvitalisasi. Kemunculan sikap intoleransi dan gerakan NII bisa dihindari jika pendidikan kewarganegaraan dan nasionalisme diperbaiki.
Jangkau mahasiswa
Secara terpisah, Selasa, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Sudarnoto Abdul Hakim menjelaskan, untuk mencegah paham radikalisme masuk ke kampus, perguruan tinggi perlu memperkuat berbagai lembaga kemahasiswaan, mengintensifkan pembinaan agama, dan mengembangkan karakter sampai ke asrama mahasiswa. ”Kami minta lembaga kemahasiswaan ikut aktif dalam sosialisasi dan mewaspadai paham seperti NII,” ujar Sudarnoto.
Mahasiswa diyakini tak mendapatkan pengaruh paham itu di kampus, tetapi di luar kampus. Karena itu, pihak perguruan tinggi harus bisa memperpanjang daya jangkaunya melalui lembaga kemahasiswaan.
Dia mengaku telah mewanti-wanti mahasiswa agar mewaspadai paham radikalisme yang bisa masuk ke mana saja. Sejauh ini paham seperti itu belum masuk ke unit kegiatan mahasiswa. ”Namun, mereka itu seperti nyamuk dan hantu yang bisa masuk ke mana saja,” ujarnya.
Dari segi kurikulum, Sudarnoto mengatakan, pihaknya tak kecolongan. Meski belum sempurna, kurikulum UIN terus berkembang dinamis sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di masyarakat. Desain kurikulum secara rutin ditinjau ulang dan diperbaiki sesuai dengan kebutuhan zaman. Bahkan, sejak awal pada setiap mata kuliah selalu disisipi materi ajar yang diharapkan bisa menangkal paham radikalisme.
”Sejak awal komitmen kami tak berubah, ingin menampilkan Islam yang terbuka, rasional, sejuk, dan mengayomi,” katanya.
Rektor Institut Teknologi Bandung Akhmaloka juga mengaku mulai mewaspadai masuknya paham radikalisme ke kampus setelah menerima laporan adanya perekrutan anggota baru jaringan NII, sekitar dua bulan lalu. Semua lembaga kemahasiswaan juga melakukan sosialisasi untuk mengantisipasi masuknya paham radikalisme ke kampus. ”Semua ketua program studi juga sudah sosialisasi ke mahasiswa tentang masalah itu,” paparnya.
Sebaliknya, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, Nur Syam menilai, kasus cuci otak oleh jaringan NII tak bisa disederhanakan sebagai sekadar penipuan. Gerakan semacam ini menggunakan model indoktrinasi dan kaderisasi guna membangun ideologi tertentu sehingga harus ditanggapi serius.
Untuk mengantisipasi gerakan semacam itu, mulai tahun ajaran berikutnya IAIN Sunan Ampel akan menggelar program pendampingan mahasiswa. Program yang diperuntukkan bagi mahasiswa baru ini akan berjalan selama satu tahun. Mahasiswa pada semester yang lebih tinggi akan dilibatkan sebagai pendamping.
”Ini bertujuan mengarahkan mahasiswa agar mereka bisa memilih pilihan yang rasional dan religius sehingga tak terpengaruh pemikiran keagamaan yang salah konteks,” tuturnya. Selain itu, IAIN Sunan Ampel juga semakin giat membangun sinergi dengan organisasi Islam moderat.
Menurut Nur Syam, jaringan NII menyasar mahasiswa karena mereka sadar mahasiswa adalah kelompok strategis yang menentukan masa depan Indonesia.
Di Semarang, Jawa Tengah, Selasa, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Djoko Santoso meminta rektor perguruan tinggi aktif mengurus mahasiswanya agar tak mudah terpengaruh bujukan orang yang tidak bertanggung jawab.
(sin/who/ink/luk/eld/abk/ody/ara/aci/ato)

No comments:

Post a Comment