Friday, February 3, 2012

Aksi Penolakan Gereja dan Vihara di Daerah Berlanjut

http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/3162


AKSI penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan rumah ibadah masih terjadi di beberapa daerah, bahkan di antaranya disertai dengan aksi anarkis. Berlanjutnya aksi ini sangat rentan dimanfaatkan kelompok kepentingan tertentu untuk mendiskreditkan pemerintah.

Aksi penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan rumah ibadah (gereja dan vihara) dalam bentuk unjuk rasa terjadi di beberapa daerah. Tanggal 5 Desember 2011 di Jakarta, Theopillus Bela, Ketua umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta menyatakan, beberapa kelompok di Desa Ngulu Wetan, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogori, Jateng, melakukan aksi unjuk rasa menuntut pembongkaran lima gereja di Kecamatan Pracimantoro (Gereja Pantekosta di Indonesia, Gereja Segala Bangsa, Gereja Kristen Jawa, Gereja Bethel Tabernakel dan Gereja Kristen Nazarene).

Sebelumnya, tanggal 27 November 2011, di Kota Pekanbaru, Riau, berlangsung aksi unjuk rasa menolak keberadaan rumah tinggal yang dijadikan tempat ibadah jemaat HKBP. Penolakan serupa juga terjadi di Kabupaten Toli-Toli, Sulteng (Gereja Bethany), Samarinda, Kaltim (Gereja Bethel Injil), Klaten, Jateng (Gereja Pantekosta Pusat Surabaya), Bekasi, Jabar (Gereja Advent, Gereja HKBP, Gereja Pantekosta, dan Gereja Bethel Indonesia), Bogor, Jabar (GKI Taman Yasmin), dan Majalengka, Jabar (Kapel Santa Maria, Advent Tsabat Hari Ketujuh dan Sekolah Alkitab Penyebaran Injil) serta penolakan pembangunan vihara di Kelurahan Simpang III Ipin, Kota Jambi.

Sementara itu aksi penolakan yang dilakukan dengan anarkis juga terjadi di beberapa daerah. Di Kecamatan Kalapa Nunggal, Kabupaten Sukabumi, Jabar, pada awal November 2011, sekitar 200 orang dari Forum Komunikasi Jamaah Muslim Kalapa Nunggal membakar pura milik Yayasan Paramayuga. Sedangkan, Gereja Methodis Indonesia di Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuansing, Riau dibakar massa. Pada 1 November 2011, juga terjadi pembakaran terhadap Gereja HKBP Logas dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuansing.

Ada kecenderungan bahwa aksi-aksi penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan tempat ibadah di beberapa daerah akan terus berlanjut. Perkembangan situasi dan kondisi ini rawan memicu konflik bernuansa SARA, selain itu berpotensi merusak kerukunan hidup umat beragama serta berdampak pada terciptanya instabilitas keamanan.

Pontensi ancaman terjadinya gangguan keamanan di beberapa daerah sebagai ekses penolakan terhadap keberadaan dan pembangunan tempat ibadah masih cukup besar. Sebagai langkah saran dapat disampaikan antara lain, mendorong aparat keamanan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku anarkis. Perlu mengoptimalkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta pendekatan terhadap tokoh masyarakat dan tokoh agama agar permasalahan ini tidak berkembang ke arah konflik SARA. Di samping itu, menyarankan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih selektif dalam mengeluarkan surat izin mendirikan rumah ibadah.

(Herdiansyah Rahman dan Tommy CK. Keduanya adalah pemerhati masalah sosbud. Tinggal di Jakarta).

ditulis oleh: Tommy Chang Kautsar, SE, MM - pada tanggal Jumat, 03 Februari 2012 10:27 WIB

No comments:

Post a Comment