KAMIS, 28 APRIL 2011, 17:57 WIB
Ada kaitan latar belakang mahasiswa baru dengan radikalisme. Dari SMA lebih militan
VIVAnews -- Proses radikalisasi yang mengarah ke tindakan terorisme diyakini telah menyusup sampai ke dalam kampus. Salah satu buktinya, lima dari 17 anggota jaringan Pepi Fernando berpendidikan sarjana, tiga di antaranya lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Bahkan satu terduga masih tercatat sebagai mahasiswa UIN.
Bagaimana tanggapan UIN? Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Jaka Badra Naya mengatakan, militansi justru tumbuh subur di kampusnya karena banyak mahasiswa baru berlatar belakang SMA. "Dulu tahun 96-98 masuk UIN 80 persen dari pesantren," tambah dia, di Jakarta, Rabu 28 April 2011.
Bagaimana tanggapan UIN? Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Jaka Badra Naya mengatakan, militansi justru tumbuh subur di kampusnya karena banyak mahasiswa baru berlatar belakang SMA. "Dulu tahun 96-98 masuk UIN 80 persen dari pesantren," tambah dia, di Jakarta, Rabu 28 April 2011.
Menurut dia, mahasiswa yang datang dari pesantren, saat kuliah, mereka lebih banyak mengulang pelajaran sebelumnya. Mereka mengalami kejenuhan sehingga lebih memilih bidang ilmu yang baru, misalnya filsafat dan antropologi.
"Jadi dari pesantren, kalau Anda perhatikan, rata-rata baca bukunya filsafat, orang-orang ini dalam tanda kutip lebih liberal pemikirannya dan teman-teman jaringan Islam liberal lebih banyak dari sini, yaitu IAIN periode lama," kata dia.
Justru mahasiswa yang dulunya pesantren dan masuk IAIN tidak memiliki bakat radikal serta dalam konteks ritual tergolong biasa saja.
Sebaliknya, mahasiswa yang berasal dari SMA yang latar belakangnya relatif bebas dan belum mengenal agama justru tumbuh aspek religinya di kampus. "Kemudian ketika mahsiswa tersebut mencari dan bertemu dengan temen-teman di lembaga dakwah dan organisasi-organisasi tertentu, ini yang membuat militansinya lebih ekstrem."
Mereka lebih mudah terdoktrin. "Coba anda perhatikan di kampus ITB, UI, IPB benih-benih berfikirnya lebih militan dibanding IAIN" kata Jaka.
Kata Jaka, ada dua kelompok mahasiswa di UIN, ekstrem kanan dan ekstrem kiri. "Sehingga IAIN dulu dianggap sarang JIL sekarang sarang teroris jadi biar balance jadi memang betul faktanya ada di IAIN. Di IAIN ada yang kerjanya Allahuakbar terus dan ada juga yang ngerokok-ngreoko terus," kata dia. (sj)
• VIVAnews"Jadi dari pesantren, kalau Anda perhatikan, rata-rata baca bukunya filsafat, orang-orang ini dalam tanda kutip lebih liberal pemikirannya dan teman-teman jaringan Islam liberal lebih banyak dari sini, yaitu IAIN periode lama," kata dia.
Justru mahasiswa yang dulunya pesantren dan masuk IAIN tidak memiliki bakat radikal serta dalam konteks ritual tergolong biasa saja.
Sebaliknya, mahasiswa yang berasal dari SMA yang latar belakangnya relatif bebas dan belum mengenal agama justru tumbuh aspek religinya di kampus. "Kemudian ketika mahsiswa tersebut mencari dan bertemu dengan temen-teman di lembaga dakwah dan organisasi-organisasi tertentu, ini yang membuat militansinya lebih ekstrem."
Mereka lebih mudah terdoktrin. "Coba anda perhatikan di kampus ITB, UI, IPB benih-benih berfikirnya lebih militan dibanding IAIN" kata Jaka.
Kata Jaka, ada dua kelompok mahasiswa di UIN, ekstrem kanan dan ekstrem kiri. "Sehingga IAIN dulu dianggap sarang JIL sekarang sarang teroris jadi biar balance jadi memang betul faktanya ada di IAIN. Di IAIN ada yang kerjanya Allahuakbar terus dan ada juga yang ngerokok-ngreoko terus," kata dia. (sj)
No comments:
Post a Comment