Kamis, 21 Oktober 2010 23:50 WIB
Penulis : Nurulia Juwita Sari
JAKARTA--MICOM: Pemimpin bangsa tidak boleh terus-menerus bersikap pasif terhadap intoleransi antarumat beragama, karena hal itu akan membuat keutuhan bangsa semakin retak. Hal itu disampaikan Romo Benny Susetyo dalam diskusi yang digelar Megawati Institute, di Jakarta, Kamis (21/10).
"Berbahaya kalau pemimpin kita terus-terusan bersikap pasif. Kalau dibiarkan, lama kelamaan orang tidak lagi merasa menjadi satu bangsa Indonesia," ujarnya.
Kegagalan negara membudayakan pluralisme, kata dia, menimbulkan ketidaksetaraan di masyarakat. Keadaan itu akan berujung pada sikap apatis. Apalagi, negara kerap absen ketika terjadi masalah-masalah demikian di masyarakat.
"Karena selama ini terjadi pembiaran, Pancasila hanya sebagai aksesoris. Ideologi membangun cita-cita bangsa kerap tidak dilakukan. Kalau dibiarkan terus-menerus orang jadi berpikir untuk apa bersatu dalam republik ini kalau tidak mendapat hak beragama sebagai hak yang paling asasi," cetusnya.
Dalam kesempatan yang sama, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnarki menilai kepemimpinan Presiden saat ini lemah, berbeda ketika negeri ini dipimpin oleh Soekarno dan Soeharto. Menurut Kiki, negara saat ini telah terbajak kepentingan asing. "Harus ada keberanian melawan kekuasaan asing. Persoalannya, kita membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk itu," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai, demokrasi yang terjadi saat ini hanyalah demokrasi prosedural saja. Karena paham pluralisme masih terlalu elementer dan tidak mengakar. "Pluralisme hanya sekedar pengakuan," tukasnya. (NJ/OL-8)
"Berbahaya kalau pemimpin kita terus-terusan bersikap pasif. Kalau dibiarkan, lama kelamaan orang tidak lagi merasa menjadi satu bangsa Indonesia," ujarnya.
Kegagalan negara membudayakan pluralisme, kata dia, menimbulkan ketidaksetaraan di masyarakat. Keadaan itu akan berujung pada sikap apatis. Apalagi, negara kerap absen ketika terjadi masalah-masalah demikian di masyarakat.
"Karena selama ini terjadi pembiaran, Pancasila hanya sebagai aksesoris. Ideologi membangun cita-cita bangsa kerap tidak dilakukan. Kalau dibiarkan terus-menerus orang jadi berpikir untuk apa bersatu dalam republik ini kalau tidak mendapat hak beragama sebagai hak yang paling asasi," cetusnya.
Dalam kesempatan yang sama, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnarki menilai kepemimpinan Presiden saat ini lemah, berbeda ketika negeri ini dipimpin oleh Soekarno dan Soeharto. Menurut Kiki, negara saat ini telah terbajak kepentingan asing. "Harus ada keberanian melawan kekuasaan asing. Persoalannya, kita membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk itu," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai, demokrasi yang terjadi saat ini hanyalah demokrasi prosedural saja. Karena paham pluralisme masih terlalu elementer dan tidak mengakar. "Pluralisme hanya sekedar pengakuan," tukasnya. (NJ/OL-8)
No comments:
Post a Comment