Sebuah ulasan dari sahabat kami, Ayik Heriansyah mantan Ketua HTI yang sekarang menjadi salah satu pengurus LD PWNU Jawa Barat
Tadinya sih kita berpikir, “Ya sudahlah. HTI tidak perlu diladeni. Kan mereka sudah menjadi ormas terlarang.
Kita tinggal nunggu berita viral aparat menangkap tokoh-tokoh mereka.” Apalagi kita sudah sangat paham HTI, teori dan praktik, lahir dan batin.
Selama ini kita pasti sudah tau persis kan ya, apa isi hati HTI yang paling dalam. Tentang kitab-kitab resmi (mutabanat).
Sahabat kami ayik ini pun juga pernah mendapatkan ijazah dari Mu’tamad/Mas’ul ‘Am (Ketua Umum HTI). Makanya beliau ini paham betul pergerakannya.
Tapi ternyata, kegiatan HTI tanpa nama HTI (pakai nama samaran) membuat masyarakat sadar akan hakikat HTI yang sesungguhnya.
Publik juga menyimak polemik dan perang opini antara kader-kader NU melawan HTI. Tapi, sampai saat ini pun publik tidak berpihak ke HTI.
Bagi penggiat diskusi yang berminat pada isu-isu politik kontemporer dan pemikiran Islam.
Narasi-narasi basi HTI ini dijadikan bahan untuk memperluas spektrum tentang Khilafah yang akan memperkaya wawasan seputar pemikiran politik Islam.
Seperti guyonan #GusDur, " Orang Indonesia itu apa yang dibicarakan berbeda dengan apa yang dikerjakan "
Nah guyonan itu persis apa yang dilakukan para pengurus dan aktifis HTI.
Alfatihah Kagem Almagfurlah Mbah Gus Dur 🙏
Tokoh² HTI ini muter membahas dalil² tentang Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah, merujuk maqalat ulama aswaja tentang Khilafah.
Mereka selalu memperlihatkan indahnya persatuan umat di masa Khilafah, menyampaikan tingginya peradaban Islam di masa Khilafah Umayyah dan Abbasiyah.
Dan mereka menjadikan penaklukan kota Konstantinopel itu sbg bukti kehebatan Khilafah, dan masih banyak lagiii.
Semua itu hanya narasi² bodong yang tak ada hubungannya dgn Khilafah yg sedang diperjuangkan HTI. Karena, Khilafah yg diperjuangkan HTI itu Khilafah Tahririyah ‘ala Minhajin Nabhaniyah yakni suatu konsep negara versi HT hasil konstruksi pemikiran (ijtihad) Taqiyuddin an-Nabhani.
Pilar-pilar dari Khilafah Tahririyah itu adalah
1). Khilafah didirikan dengan cara kudeta (thalabun nushrah) oleh dewan jenderal.
2). Amir Hizbut Tahrir adalah calon Khalifah yg menerima penyerahan kekuasaan dari dewan jenderal.
3). Undang-undang Dasar (UUD) yang disusun Amir Hizbut Tahrir menjadi konstitusi negara.
Dari tiga pilar ini, jelas sekali perbedaan antara Khilafah Tahririyah dengan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah tepatnya pada masa Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Pada Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah, seorang Khalifah yang dibai’at setelah dilakukan musyawarah ( Pemilihan ) yang di lakukan dengan bebas tanpa ada paksaan (ridla wal ikhtiar).
Meski cara dan teknis (uslub) musyawarahnya itu berbeda-beda, keempat Khalifah itu mendapat mandat kekuasaan setelah ada pemilihan dan mendapat suara mayoritas.
Artinya bai’at adlh sebab dan tanda penyerahan mandat kekuasaan dari umat kepada calon Khalifah untuk mnjadi Khalifah.
Tapi HTI ini sangat bertolak belakang dgn hal tersebut, HTI meyakini penyerahan kekuasaan dari dewan jenderal binaan HTI (setelah berhasil mengambil kekuasaan dari penguasa sebelumnya) kepada Amir Hizbut Tahrir sebagai metode baku.
Metode ini telah menghilangkan proses musyawarah (pemilihan). Tidak terjadi penyerahan mandat dari umat kepada calon Khalifah secara sukarela.
HTI secara sepihak menetapkan Amir mereka sbg Khalifah, lalu minta umat membai’atnya di bawah bayang² todongan senjata masing² jenderal anggota dewan jenderal.
Skenario HTI ini persis yg dilakukan Mu’awiyah ketika meminta bai’at kepada umat atas ke-Khalifah-an anaknya, Yazid.
Pada masa Khulafaur Rasyidin semua Khalifah tidak pernah mencalonkan diri sebelumnya. Mereka tidak membentuk tim sukses apalagi partai politik agar menjadi Khalifah.
Mereka juga tak melakukan kampanye agar dipilih menjadi Khalifah. Lain halnya dengan HTI
HTI sbg partai politik sekaligus tim sukses agar Amir mereka menjadi Khalifah.
Mereka melakukan serangan² opini untk mendelegitimasi pemerintah, pd saat yg sama melakukan infiltrasi ke tubuh TNI-Polri dlm rangka dapat dukungan, perlindungan serta mencari jalan meraih kekuasaan.
Apa yang sudah dilakukan oleh HTI selama ini mirip dengan gerakan politik al-Saffah ketika meruntuhkan Khilafah Umayyah lalu mendirikan Khilafah Abbasiyah di atas puing-puingnya.
Khilafah Tahririyah juga berbeda dgn Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah dari sisi penetapan Amir Hizbut Tahrir sbg Khalifah dan UUD susunannya sebagai konstitusi negara oleh HTI. Penetapan ini memang hak HTI namun ini penetapan sepihak.
Penetapan sepihak itu dilakukan kaum Anshor ketika menetapkan figure terbaik nya, Saad bin Ubadah sbg khalifah pengganti Rasulullah Saw.
Penetapan ini dianulir Umar bin Khathab. Para sahabat dari Anshor dan Muhajirin yg berkumpul di Saqifah Bani Saidah menerima sikap Umar tsb.
Kemudian mereka memilih ulang Khalifah yang akhirnya terpilih Abu Bakar.
Abu Bakar meskipun sahabat terbaik Nabi Saw tapi tidak pernah ditetapkan oleh Nabi Saw sebagai khalifah pengganti Beliau.
Khulafaur Rasyidin dalam mengatur urusan umat berdasarkan ijtihad politik yang mereka duga kuat benar.
Mereka tidak merancang Undang-undang Dasar negera Khilafah layaknya Hizbut Tahrir.
Khilafah Tahririyah dengan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah sangat berbeda bahkan bertolak belakang.
Dari metode perjuangan HTI mirip dengan al-Saffah ketika mendirikan Khilafah Abbasiyah. Sedangkan dari aspek bai’at, HTI seperti Khilafah Umayyah.
Jadi narasi-narasi yang diviralkan oleh kader-kader HTI seputar Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah hanya pepesan kosong.
Guyon Gur Dur ada benar nya bahwa : “orang Indonesia itu apa yang dibicarakan berbeda dengan apa yang dikerjakan.” Lahul Fatihah… 🙏🙏
No comments:
Post a Comment