https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170816191710-20-235284/islamisasi-dan-darurat-pancasila-civitas-academica?
, CNN Indonesia | Kamis, 17/08/2017 13:11 WIB
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Ideologi mesti dilawan ideologi," ujar Presiden Joko Widodo saat ditemui CNNIndonesia.com di Istana bulan lalu (11/7).Pernyataan itu disampaikan Jokowi menanggapi mewabahnya geliat radikalisme di Indonesia. Dia khawatir betul falsafah keberagaman negeri digembosi pemikiran radikal.Obrolan santai di meja panjang Ruang Resepsi Istana Merdeka itu dilakukan sehari setelah Jokowi diam-diam meneken Perppu Ormas, yang kemudian menjadi rujukan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (19/7).
HTI dibubarkan karena dianggap mengusung Khilafah --sebuah cita-cita yang dicap pemerintah bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Syahdan, pemberangusan ideologi anti-Pancasila tak cukup dengan mencabut status badan hukum HTI. Jokowi menghendaki ada mekanisme yang bisa membumikan kembali Pancasila di Indonesia dengan menyasar generasi muda yang berkecimpung di lingkungan civitas academica.Jokowi lantas mengundang 540 mahasiswa dari 110 perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia. Mereka dikumpulkan di Istana Bogor, Sabtu pekan lalu (12/8), untuk menjadi pilot project program Penguatan Pendidikan Pancasila.Doktrin semangat falsafah Pancasila disuguhkan, salah satunya, lewat nonton bareng film dokumenter pidato presiden pertama RI Sukarno berjudul Pantja-Sila: Cita-Cita dan Realita.
Presiden Joko Widodo bersenam di acara program pendidikan penguatan Pancasila di Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/8). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Keesokan harinya (12/8), Jokowi di hadapan ratusan mahasiswa mengatakan bahwa saat ini banyak orang keliru mengira pertarungan ideologi telah usai hanya karena tembok Berlin (Jerman) sudah roboh berbarengan meredanya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.Jokowi menyebut penetrasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila saat ini merangsek dari segala lini, mulai dari seni, budaya, ekonomi, politik, juga media sosial.Pancasila, menurutnya, bisa mengarahkan kembali kepada cita-cita bangsa Indonesia sekaligus membendung infiltrasi ideologi dari luar."Banyak anak muda saat ini sudah kehilangan karakter bangsa, sehingga perlu diingatkan kembali agar nilai-nilai ke-Indonesia-an tidak hilang karena terjangan infiltrasi ideologi atau pertarungan ideologi yang menjadikan kita kalah," kata Jokowi seperti dikutip Antara.
Kepala Unit Kerja Presiden (UKP) Pemantapan Ideologi Pancasila (PIP) Yudi Latif mengatakan, peluncuran program Penguatan Pendidikan Pancasila merupakan 'gong' dimulainya penanaman materi pembinaan Pancasila di lingkungan kampus.Pembinaan ideologi Pancasila itu kelak akan menjadi kurikulum wajib yang bakal dipelajari mahasiswa di kampus. UKP PIP bersama Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi saat ini tengah berembuk menggodok formula agar materi pembinaan Pancasila di kampus bisa disuguhkan dengan kemasan yang tidak monoton dan membosankan."Tumbuhnya benih radikalisme di kampus itu satu indikator bahwa selama ini Pancasila kurang mampu dibumikan dalam dunia pendidikan," kata Yudi kepada CNNIndonesia.com.
Presiden Joko Widodo saat memimpin upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta (1/6).(CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Gelagat infiltrasi paham radikal di lingkungan akademik sudah diramal sejak jauh hari oleh Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anas Saidi --yang kini dipercaya Jokowi menjabat Deputi Bidang Pengkajian dan Materi UKP PIP.Anas mengatakan radikalisme ideologi telah merambah dunia mahasiswa melalui proses Islamisasi. Proses itu dilakukan secara tertutup dan menurutnya berpotensi memecah belah bangsa."Radikalisme ideologi jika tidak dicegah dari sekarang bukan mustahil Indonesia menjadi negara yang porak poranda dan dipecah karena perbedaan ideologi," kata Anas saat ditemui CNNIndonesia.com di acara diskusi Membedah Pola Gerakan Radikal, di Gedung LIPI, Jakarta.
Anas menunjukkan hasil survei bahwa 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tak lagi relevan. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyatakan setuju dengan penerapan syariat islam.Pada survei tahun 2015, empat persen orang Indonesia menyetujui kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka berumur antara 19-25 tahun. Sedangkan 5 persen di antaranya adalah mahasiswa."Kalau data ini dipercayai, maka 10 juta umat islam simpatik kepada ISIS. Itu angka yang cukup mengejutkan," ujar Anas.
Dia meminta pemerintah turun tangan agar Islamisasi di dunia mahasiswa dilakukan secara terbuka. Sehingga dalam prosesnya, mereka bisa menerima perbedaan pendapat dari berbagai kelompok."Dalam ranah pendidikan sebagai agensi, pemerintah harus campur tangan, Kemendiknas dan Kemenag mestinya punya cetak biru mengawasi persoalan kurikulum dari SD sampai universitas," katanya.
No comments:
Post a Comment