http://www.merdeka.com/peristiwa/kesalahan-fatal-pemerintah-campuri-urusan-agama-warga.html
Muhammad Mirza Harera
Campur tangan pemerintah mengakibatkan meningkatnya kasus diskriminasi hukum terhadap agama minoritas yang ada di Indonesia. Pemerintah seharusnya hanya menjaga ketertiban beragama, bukan mengurusi agama.
Intoleransi publik terhadap isu perbedaan masih tinggi, sebesar 31,2%. Hal inilah yang membuat pakar dan analis survei Denny JA membentuk Yayasan Denny JA serta meluncurkan pekan 'Indonesia Tanpa Diskriminasi' yang diisi oleh diskusi dan pemutaran film bertema sosial.
"Pemerintah melakukan kesalahan fatal dengan mencampuri urusan agama warga negara Indonesia. Pemerintah tampak gamang untuk memberikan perlindungan hukum yang tegas terhadap mereka, meskipun konstitusi kita menjamin kebebasan beragama," kata advokat senior Adnan Buyung Nasution yang hadir dalam diskusi, di Pisa Cafe, Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (22/10).
Menurutnya, pemerintah kerap meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyelesaikan konflik antaragama ataupun antar aliran agama di Indonesia. Padahal, tafsiran MUI tak boleh ditelan mentah-mentah sebagai solusi dalam konflik antar agama.
"Pemerintah tidak berada pada posisi netral yang berdiri membela semua agama di Indonesia. Hal ini mengakibatkan banyaknya kejadian kriminalisasi terhadap umat beragama, seperti yang terjadi pada kasus Sampang," ujarnya.
Buyung meminta masyarakat untuk bersikap kritis terhadap MUI, meskipun memang banyak fatwa MUI kebanyakan harus dijalankan.
"Mereka (MUI) kalau dapat uang dari rakyat, harus ada pertanggungjawabannya. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus mengaudit MUI, misalkan dalam proses Sertifikasi Halal," imbuhnya.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu juga mengatakan, pemerintah harus lebih tegas dalam penegakan hukum saat terjadi konflik beda agama atau antaraliran agama supaya tak ada pelanggaran Pasal 29 UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk memberikan kebebasan memeluk agama bagi warganya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Musdah Mulia mengatakan perlunya penafsiran ulang atas praktik kehidupan beragama di Indonesia. Dia pun mencontohkan tentang perbudakan.
"Dalam Alquran memang ada ayat itu, namun harus ada penafsiran ulang soal ayat itu. Agama perlu toleran terhadap sesama pemeluk agama lain," ucapnya.
Musdah juga mengkritisi tafsir sempit yang dilakukan sebagian kelompok beragama. Misalnya ketika sebagian pemeluk agama dipersulit untuk membangun rumah ibadahnya oleh sekelompok pemeluk agama lain. Menurut aktivis Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini, hal-hal itu terjadi karena ada penafsiran yang sempit atas suatu ajaran agama. Karena itu perlu ada penafsiran ulang atas suatu pemahaman keagamaan.
"Tafsir itu selalu terbuka sepanjang zaman," pungkasnya.
this is the current Indonesia, does the Indonesia built by the Founding Fathers no longer exist?
Thursday, June 13, 2013
MUI Tegal: Haram Siswa Muslim Sekolah di Sekolah Non-Muslim
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/13/06/11/mo81vf-mui-tegal-haram-siswa-muslim-sekolah-di-sekolah-nonmuslim
REPUBLIKA.CO.ID, TEGAL -- Menjelang musim penerimaan siswa baru sekoah-sekolah dasar dan menengah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tegal mengeluarkan fatwa tegas.
Dalam hal ini, MUI Kota Tegal telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan orang tua atau keluarga Muslim mendaftarkan anaknya di sekolah-sekolah yang dikelola yayasan non-Muslim.
"Dalam Musda MUI Kota Tegal yang berlangsung akhir April 2013 tersebut, kita memang mengeluarkan fatwa seperti itu," jelas Ketua MUI Kota Tegal Harun Abdi Manaf, Selasa (11/6).
Harun menyebutkan, keluarnya fatwa tersebut bukannya tanpa alasan. Tapi dilandasi keprihatinan atas perkembangan dunia pendidikan di Kota Tegal dan upaya menyelamatkan anak-anak dari keluarga Muslim.
Dia menyebutkan, keluarnya fatwa tersebut dilatarbelakangai beberapa kejadian yang menimpa dunia pendidikan di Kota Tegal. Antara lain, adanya penolakan dari sekolah non-Muslim untuk menerima guru Muslim mengajar di sekolah itu.
Peristiwa penolakan guru Muslim dilakukan sekolah milik yayasan non-Muslim cukup ternama, pada awal 2013. Kasus tersebut, menurut Harun, sebenarnya sudah dilaporkan MUI ke Kantor Kementerian Agama Kota Tegal, bahkan juga dilaporkan ke Kementerian Agama Pusat.
Untuk itu, pihak Kantor Kementerian Agama Kota Tegal sudah memberikan beberapa kali teguran ke sekolah bersangkutan. "Namun teguran-teguran tersebut, tetap diabaikan pihak sekolah," katanya.
Bukan hanya persoalan itu yang memaksa MUI akhirnya mengambil sikap tegas. Dalam pertemuan dengan Komisi I DPRD Kota Tegal di mana Harun juga duduk sebagai Wakil Ketua Komisi I, pihak sekolah non- Muslim tersebut juga tidak mau memberikan pelajaran agama sesuai dengan keyakinan agama siswanya.
"Seluruh siswa di sekolah non-Muslim itu, hanya mendapat pelajaran agama yang menjadi dasar keyakinan sekolah tersebut. Bahkan semua pelajar non-Muslim yang sekolah di sekolah tersebut, diwajibkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan agama yang diselenggarakan sekolah tersebut," katanya menjelaskan.
Bahkan ketika Komisi I dan Kantor Kementerian Agama mendesak agar sekolah tersebut menyediakan pendidikan agama sesuai keyakinan masing-masing siswa yang di sekolah non-Muslim, pihak sekolah tetap menolak melakukannya.
Alasannya, ada surat dari Yayasan yang menyatakan seluruh siswa di sekolah non-Muslim tersebut hanya akan diberikan pelajaran agama yang menjadi dasar pendirian sekolah. Dengan demikian, semua keluarga Muslim yang menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, dianggap sudah memahami ketentuan ini.
Harun menyebutkan, MUI Kota Tegal sudah mengingatkan ketentuan tersebut menyalahi ketentuan yang sudah digariskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah.
Dalam salah satu ketentuannya, penyelenggara sekolah wajib menyediakan atau memberikan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan agama masing-masing siswa. Ketentuan ini, juga sudah diterapkan sekolah-sekolah muslim di Kota Tegal, seperti sekolah-sekolah milik yayasan pendidikan Muhammadiyah.
Di sekolah itu, siswa yang non-Muslim diberikan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. "Meski pun sudah diingatkan mengenai ketentuan itu, pihak sekolah non-Muslim ternyata tetap mengabaikan," tuturnya.
Berdasarkan kondisi itulah, MUI Kota Tegal akhirnya mengeluarkan fatwa yang melarang anak-anak dari keluarga Muslim untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah milik yayasan non-Muslim. "Dengan demikian, keluarnya fatwa MUI bukan karena kita tidak bisa bersikap toleran. Tapi memang ada latar belakangnya," kata Harun menjelaskan.
Di Kota Tegal, ada beberapa sekolah yang dikelola yayasan pendidikan non-Muslim. Bahkan ada salah satu yayasan non-Muslim yang mengelola sekolah mulai dari tingkat TK hingga SMA.
Sunday, June 9, 2013
Aliansi PKS dan HTI Setelah Ditolak NU dan Muhammadiyah
http://politik.kompasiana.com/2013/06/08/aliansi-pks-dan-hti-setelah-ditolak-nu-dan-muhammadiyah-566899.html
Yuanita Hidayati
dan ada baiknya menyimak yang berikut:
http://ikamustaqiroh.blogspot.com/2013/01/pks-dukung-khilafah.html
Yuanita Hidayati
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjualan partai dengan bertandang menemui Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah. Tujuannya mendekati Muhammadiyah. Anis Matta adalah manusia seperti Amien Rais yang juga mantan anggota Muhammadiyah. Sama seperti Amien Rais, yang kini diam seribu bahasa karena sudah menjadi Komisari PT Freeport yang dulu ditentang namun kini disayang oleh AR, Anis Matta mencoba menarik garis sejarah dirinya yang Muhammadiyah. Apakah dukungan didapatkan oleh Anis Matta dari Muhammadiyah?
Muhammadiyah adalah organisasi amal Islam terbesar di Dunia. Kini amal usaha Muhammadiyah disaingi oleh Dubai Fund Foundation dan anak perusahaannya yang menyebarkan, uang triliuanan untuk gerakan Islam namun sayangnya tidak peduli dengan Palestina. PKS mendapat banyak dana Timur Tengah juga. Dalam diri Muhammadiyah ada ketentuan, semua boleh berpolitik praktis namun jangan membawa Muhammadiyah ke ranah politik. Amin Rais gagal total membawa Muhammadiyah ke gerbong politik lewat PAN, meski Muhammadiyah memiliki 60 juta anggota. PAN tetap partai kecil mungil narsis menuju partai gurem.
Maka jelas Din Syamsuddin pun menepis kunjungan Anis Matta sebagai lawakana siang bolong. Anis Matta ingin menarik Muhammadiyah dan berlindung di kedamaian dan keindahan Muhammadiyah. Anis Matta tak mendapat sambutan berarti. Tak patah arang, PKS mencoba merayu para kyai langitan dan nahdliyin alian NU.
Anis Matta yang mantan orang Muhammadiyah minta dukungan para kiai NU. Hasilnya malah Anis Matta dihujani pertanyaan tentang Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, Hilmi, Ridwan, Tifatul yang tengah berbelit kasus korupsi dan hadiah seks. Anis terpaksa menyampaikan PKS akan meminta maaf atas kesalahan LHI dan AF. Secara sekte Anis Matta sama dengan Amin Rais - orang Muhammadiyah - yang akan meminta dukungan NU. Maka NU jelas menolak. NU lebih baik mendukung PDIP, NasDem atau PKB dan PPP dibandingkan PKS yang cenderung Wahabi Arab dan dikuasai oleh orang mantan orang Muhammadiyah, Anis Matta. Salah satu pertimbangan Anis Matta tidak menjadi Presiden PKS adalah latar belakang Anis Matta yang Muhammadiyah yang ditolak oleh NU.
PKS tak surut, maka para kader PKS di berbagai kota kini mendekati HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). HTI yang jelas anti negara bangsa dan anti demokrasi dirangkul PKS. Ini langkah strategis aliansi ideologi yang berbahaya namun pas untuk PKS. Bahaya untuk bangsa Indonesia, namun anatominya cocok dengan PKS. HTI yang kini mendapat angin - dengan dukungan klandestin PKS yang diam-diam beraliansi dengan PKS di kalangan akar rumput. Anda dapat melihat kesamaan kader PKS dan aktivis HTI. Saya punya data foto-foto para demonstran di Bogor yang menunjukkan aktivis PKS dan HTI sama.
Maka langkah kader PKS mendekati HTI dengan dasar kebijakan Anis Matta sungguh patut diamati dan diaspadai. Aliansi PKS dan HTI bukan hanya akan membahayakan pancasila namun akan membahayakan eksistensi NKRI. Langkah PKS menggandeng HTI adalah langkah putus asa setelah ditolak oleh Muhammadiyah dan NU. Salut buat Muhammadiyah dan NU yang tak mau dikibuli Anis Matta.
http://ikamustaqiroh.blogspot.com/2013/01/pks-dukung-khilafah.html
PKS DUKUNG KHILAFAH
Oleh: Farid Ma'ruf
“Islam harus diperjuangkan melalui kekuasaan, termasuk bagaimana harus memperjuangkan tegaknya sistem Khilafah (Dadang Ruchyana, Sekretaris Umum DPD PKS Kota Bogor).
“Saya sangat setuju dengan Khilafah. Jika seluruh umat Islam bersatu, maka kita akan menjadi sangat kuat." (H. Adih Amin, Lc., MA, anggota DPD PKS Bekasi).
Ketua DSW PKS Sumut, M. Yusuf Fahmi menyampaikan bahwa Khilafah adalah harga mati, karena itu dalam perjuangan dakwah semua elemen ummat Islam harusnya menjadi pemain bukan sekedar penonton. Sedangkan Ketua DPW PKS Sumut, Muhammad Hafez, menyampaikan bahwa HTI adalah saudara kandung PKS dalam dakwah. Beliau juga menegaskan bahwa runtuhnya Khilafah sebagai kepemimpinan Islam Internasional sering dijadikan motivasi bagi kader-kader PKS dalam berdakwah. Oleh karena itu, menurut Ketua Bidang Pembangunan Ummat PKS Sumut, Surianda Lubis, kerinduan akan kebangkitan Islam adalah aspirasi ummat Islam yang merupakan lahan subur untuk tegaknya syariah.
Anis Byarwati (Ketua DPP PKS Bidang Perempuan) menyatakan bahwa Khilafah Islamiyah adalah cita-cita luhur umat Islam yang patut diperjuangkan. Dengannya semua masalah umat bisa diselesaikan tuntas dan peradaban Islam yang mulia mampu diwujudkan. Karenanya, kedua belah pihak (PKS dan MHTI) sepakat untuk sama-sama memperjuangkan Syariah Islam untuk kepentingan umat , meskipun ada berbedaan dalam masalah metode namun bisa saling memahami.
Ustadz Mulyadi, S.Pd., (mantan Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Riau) menyatakan bahwa Demokrasi Sistem Kufur. Beliau juga menyatakan bahwa perjuangan dakwah Islam ini adalah milik Allah SWT, oleh karena itu sepatutnya menggunakan cara-cara dan manhaj yang diridhoi Allah SWT dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pengemban dakwah jangan sampai menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang mulia. Sudah saatnya kita secara terang-terangan, ikhlas dan sungguh-sungguhmenyatakan urgensi penegakan syariah dan khilafah.
Khilafah dalam bahasa Imam Asy Syahid Hasan Al Banna adalah sebuah Ustadziyyatul ‘alam. Sebuah guru peradaban semesta. Kita tidak perlu lagi mengambil contoh dari peradaban barat romawi atau peradapan timur Persia. Tapi Islam lah yang menjadi sebuah peradaban besar yang akan menjadi kiblat utama dan rujukan bagi seluruh peradaban dunia.
Dan sekarang tugas kita adalah bagaimana sebuah peradaban besar itu mampu terbit dan mengguncang zaman? (Ardhianto Murcahya, S.Psi).
Semua gerakan Islam meyakini bahwa penegakan khilafah adalah penting. Demikian menurut Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Sidik. “Konsep khilafah ini adalah salah satu format kepemimpinan Islam yang bersifat alamiyah (global-red). Khilafah adalah perwujudan konsep Islam yang memiliki misi rahmatan lil ‘alamin. Selain secara historis Rasulullah dan para penerusnya juga telah melakukan eksistensi dakwah tentang Islam, karena itu Islam tersebar di hampir seluruh wilayah dunia. Saya kira ini bukan hanya warisan sejarah tapi juga bagian dari prinsip alamiyah dari ajaran dan misi Islam, " jelas Mahfudz.
PKS kini dalam tahapan Ishlahul Hukumat dari 6 tahapan IQOMATUL KHILAFAH menuju USTADZIATUL 'ALAM (menjadi soko guru/penguasa dunia). Tahap ke enam adalah USTADZIATUL 'ALAM menjadi soko guru dunia dg kembali tegaknya sistem KHILAFAH ALA MINHAJIN NUBUWAH, kekhilafahan yg berdasarkan metode kenabian,
Adanya kepemimpinan (imamah/khilafah) adalah ijma kaum muslimin. Berkenaan dengan hal ini Ibnu Khaldun berkata: “Jabatan imam ini wajib ditegakkan. Kewajibannya di dalam hukum Islam dikenal sebagai ijma para sahabat dan tabi’in. Para sahabat Rasulullah, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, bersegera memilih penggantinya dan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah dan menyerahkan segala urusan ummat kepadanya. Demikianlah, sampai kapan pun, setelah itu, manusia tidak boleh dibiarkan kacau tanpa adanya imam. Ini menegaskan keijma’an kaum Muslimin dalam persoalan mengangkat Imam”. (PKS Sudan)
NB :
1. Kpd para komentator, mhn berikan komentar yg menyejukkan, shg PKS dan HTI bs bersama2 mendakwahkan Islam. Bekerjasama utk hal yg sama2 disepakati, dan saling menghormati dlm perbedaan pendapat.
2. Saya tidak menandai (tag) satupun akun FB siapapun.Tp klo ada, itu dr rekan2 yg minta izin menandai, kmd sy izinkan.
3. Note ini sekaligus sbg konfirmasi jk ada orang/akun yang "ngaku2" kader PKS tp menyerang ide Khilafah. Maka menurut saya, dia itu kalau nggak "kader gadungan", ya "provokator" yg mmg berniat memecah-belah umat. Atau, kader PKS baru gabung shg mgkn ngaji-nya masih kurang ;). Atau, kader non-muslim.....
4. Dimohon tidak menyebut istilah "kader PKS" dan "kader HTI" jk menuduh dg tuduhan negatif. Krn itu trmasuk generalisir yang tidak tepat. Silakan sebut scr jelas saja siapa yg dimaksud (shg spesifik). Misalnya mengatakan : kader HTI memfitnah PKS, atau sebaliknya kader PKS memfitnah HTI. Itu termasuk generalisasi yang tdk tepat. Sebut sj siapa orangnya kalau ada. Karena bisa jadi klaim/tuduhan itu didasarkan "hanya pada akun FB yang dikira milik kader PKS/HTI". Padahal, belum tentu. Saya temukan banyak sekali akun FB yg "sok HTI" atau "sok PKS", tp kemungkinan besar itu hanya "sok" saja. Niatnya bisa jadi untuk pencitraburukan atau mengadu domba.
5. Anda yang suka copas untuk dimuat di blog anda (saya temukan sudah nongol di blog), tolong tengok-tengok lagi note ini, karena note ini masih saya update.
6. Stl sy biarkan bbrp waktu, tp kmd saya timbang-timbanglagi, maka saya putuskan bahwa komentar2 yang bernada provokatif, dihapus.
Bahan bacaan :
1. http://www.save-islam.com/2012/06/pks-kami-sepakat-dengan-khilafah-tapi.html
2. http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/11/angota-dpd-pks-bekasi-dukung-khilafah/
3. http://hizbut-tahrir.or.id/2012/10/13/44338/
4. http://hizbut-tahrir.or.id/2011/10/18/kunjungan-dpp-mhti-ke-dpp-pks/
5. http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/06/mantan-ketua-dpw-pks-riau-demokrasi-sistem-kufur/
6. http://pks-beringin.blogspot.com/2012/04/menyongsong-bangkitnya-khilafah.html
7.http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mahfudz-sidik-menegakkan-khilafah-itu-penting.htm#.UPpFkSXB3cw
8. http://pksponja.blogspot.com/2013/01/tahapan-dakwah-pks-dalam-mewujudkan.html
Anis Byarwati (Ketua DPP PKS Bidang Perempuan) menyatakan bahwa Khilafah Islamiyah adalah cita-cita luhur umat Islam yang patut diperjuangkan. Dengannya semua masalah umat bisa diselesaikan tuntas dan peradaban Islam yang mulia mampu diwujudkan. Karenanya, kedua belah pihak (PKS dan MHTI) sepakat untuk sama-sama memperjuangkan Syariah Islam untuk kepentingan umat , meskipun ada berbedaan dalam masalah metode namun bisa saling memahami.
Ustadz Mulyadi, S.Pd., (mantan Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Riau) menyatakan bahwa Demokrasi Sistem Kufur. Beliau juga menyatakan bahwa perjuangan dakwah Islam ini adalah milik Allah SWT, oleh karena itu sepatutnya menggunakan cara-cara dan manhaj yang diridhoi Allah SWT dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pengemban dakwah jangan sampai menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang mulia. Sudah saatnya kita secara terang-terangan, ikhlas dan sungguh-sungguhmenyatakan urgensi penegakan syariah dan khilafah.
Khilafah dalam bahasa Imam Asy Syahid Hasan Al Banna adalah sebuah Ustadziyyatul ‘alam. Sebuah guru peradaban semesta. Kita tidak perlu lagi mengambil contoh dari peradaban barat romawi atau peradapan timur Persia. Tapi Islam lah yang menjadi sebuah peradaban besar yang akan menjadi kiblat utama dan rujukan bagi seluruh peradaban dunia.
Dan sekarang tugas kita adalah bagaimana sebuah peradaban besar itu mampu terbit dan mengguncang zaman? (Ardhianto Murcahya, S.Psi).
Semua gerakan Islam meyakini bahwa penegakan khilafah adalah penting. Demikian menurut Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Sidik. “Konsep khilafah ini adalah salah satu format kepemimpinan Islam yang bersifat alamiyah (global-red). Khilafah adalah perwujudan konsep Islam yang memiliki misi rahmatan lil ‘alamin. Selain secara historis Rasulullah dan para penerusnya juga telah melakukan eksistensi dakwah tentang Islam, karena itu Islam tersebar di hampir seluruh wilayah dunia. Saya kira ini bukan hanya warisan sejarah tapi juga bagian dari prinsip alamiyah dari ajaran dan misi Islam, " jelas Mahfudz.
PKS kini dalam tahapan Ishlahul Hukumat dari 6 tahapan IQOMATUL KHILAFAH menuju USTADZIATUL 'ALAM (menjadi soko guru/penguasa dunia). Tahap ke enam adalah USTADZIATUL 'ALAM menjadi soko guru dunia dg kembali tegaknya sistem KHILAFAH ALA MINHAJIN NUBUWAH, kekhilafahan yg berdasarkan metode kenabian,
Adanya kepemimpinan (imamah/khilafah) adalah ijma kaum muslimin. Berkenaan dengan hal ini Ibnu Khaldun berkata: “Jabatan imam ini wajib ditegakkan. Kewajibannya di dalam hukum Islam dikenal sebagai ijma para sahabat dan tabi’in. Para sahabat Rasulullah, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, bersegera memilih penggantinya dan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah dan menyerahkan segala urusan ummat kepadanya. Demikianlah, sampai kapan pun, setelah itu, manusia tidak boleh dibiarkan kacau tanpa adanya imam. Ini menegaskan keijma’an kaum Muslimin dalam persoalan mengangkat Imam”. (PKS Sudan)
NB :
1. Kpd para komentator, mhn berikan komentar yg menyejukkan, shg PKS dan HTI bs bersama2 mendakwahkan Islam. Bekerjasama utk hal yg sama2 disepakati, dan saling menghormati dlm perbedaan pendapat.
2. Saya tidak menandai (tag) satupun akun FB siapapun.Tp klo ada, itu dr rekan2 yg minta izin menandai, kmd sy izinkan.
3. Note ini sekaligus sbg konfirmasi jk ada orang/akun yang "ngaku2" kader PKS tp menyerang ide Khilafah. Maka menurut saya, dia itu kalau nggak "kader gadungan", ya "provokator" yg mmg berniat memecah-belah umat. Atau, kader PKS baru gabung shg mgkn ngaji-nya masih kurang ;). Atau, kader non-muslim.....
4. Dimohon tidak menyebut istilah "kader PKS" dan "kader HTI" jk menuduh dg tuduhan negatif. Krn itu trmasuk generalisir yang tidak tepat. Silakan sebut scr jelas saja siapa yg dimaksud (shg spesifik). Misalnya mengatakan : kader HTI memfitnah PKS, atau sebaliknya kader PKS memfitnah HTI. Itu termasuk generalisasi yang tdk tepat. Sebut sj siapa orangnya kalau ada. Karena bisa jadi klaim/tuduhan itu didasarkan "hanya pada akun FB yang dikira milik kader PKS/HTI". Padahal, belum tentu. Saya temukan banyak sekali akun FB yg "sok HTI" atau "sok PKS", tp kemungkinan besar itu hanya "sok" saja. Niatnya bisa jadi untuk pencitraburukan atau mengadu domba.
5. Anda yang suka copas untuk dimuat di blog anda (saya temukan sudah nongol di blog), tolong tengok-tengok lagi note ini, karena note ini masih saya update.
6. Stl sy biarkan bbrp waktu, tp kmd saya timbang-timbanglagi, maka saya putuskan bahwa komentar2 yang bernada provokatif, dihapus.
Bahan bacaan :
1. http://www.save-islam.com/2012/06/pks-kami-sepakat-dengan-khilafah-tapi.html
2. http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/11/angota-dpd-pks-bekasi-dukung-khilafah/
3. http://hizbut-tahrir.or.id/2012/10/13/44338/
4. http://hizbut-tahrir.or.id/2011/10/18/kunjungan-dpp-mhti-ke-dpp-pks/
5. http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/06/mantan-ketua-dpw-pks-riau-demokrasi-sistem-kufur/
6. http://pks-beringin.blogspot.com/2012/04/menyongsong-bangkitnya-khilafah.html
7.http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mahfudz-sidik-menegakkan-khilafah-itu-penting.htm#.UPpFkSXB3cw
8. http://pksponja.blogspot.com/2013/01/tahapan-dakwah-pks-dalam-mewujudkan.html
Saturday, June 8, 2013
Pluralisme Dawam Rahardjo
http://mohshofan.blogspot.com/2012/05/pluralisme-dawam-rahardjo.html
Moh. Shofan
M. Dawam Rahardjo (sebut saja Mas Dawam) adalah tokoh multidimensi (cendekiawan, budayawan, pemikir Islam serta pegiat LSM), dan salah satu ikon intelektual Islam gelombang pertama di Indonesia. Ide-idenya yang segar dan kontroversial—bukan hanya pada pemikiran-pemikirannya tetapi juga tercermin di dalam cerpen-cerpennya (menyebut salah satunya “Anjing Yang Masuk Surga”)—kerap membuat geram banyak orang. Rekam jejak pemikirannya seakan tak mengenal lelah menyuarakan kebebasan, dan pembelaan terhadap kaum yang tertindas. Tetapi, di situlah kekuatan dan kehebatan Mas Dawam, yakni pada ide-idenya yang cemerlang. Berbagai hinaan, cercaan, sampai pada batas-batas yang paling jauh, yakni pengkafiran, pemurtadan, semuanya dihadapinya dengan tenang dan sama sekali tak membuatnya surut, apalagi takut. Mas Dawam tetap mempertahankan apa yang diyakininya sebagai kebenaran, terutama berkaitan dengan isu-isu pluralisme, liberalisme dan sekularisme yang diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kritik Mas Dawam, terhadap golongan Islam konservatif bisa dibilang terlalu pedas. Keberaniannya membela hak-hak semacam penganut Ahmadiyah, Komunitas Eden, Kristen, membuatnya dimusuhi oleh kalangan konservatisme Islam, tetapi di sisi lain juga menempatkannya sebagai pemikir terdepan yang menentang fatwa haram MUI. Mas Dawam melalui pemikiran-pemikirannya yang progresif-liberal selalu menganjurkan kebebasan berpikir dan menjalankan pemikiran pluralisme.
Dalam suatu perbincangan saya dengan Mas Dawam di kantor LSAF, tentang masalah pluralisme, ia berpendapat, jika pluralisme itu dipahami bahwa semua agama itu benar, menurutnya, itu tidak menjadi masalah, tetapi juga tidak terlalu benar. Dikatakan tidak menjadi masalah, karena semua agama itu baik dan benar. Itulah, menurutnya, prinsip pluralisme. Keterangannya bagaimana? Kita sebagai orang Islam tentu saja mempunyai keyakinan bahwa ”sesungguhnya agama yang paling benar adalah Islam”. Hak kita untuk mengatakan itu, dan kita pun termasuk menganut kepercayaan itu. Namun, menurut Mas Dawam, hal ini hanya berlaku bagi kita sebagai muslim. Tetapi itu tidak berlaku bagi orang Kristen. Orang Kristen tidak bisa menerima pandangan semacam itu. Umat Islam tidak akan percaya bahwa Yesus Kristus atau Isa al-Masih itu disalib. Doktrin itu hanya berlaku bagi dan merupakan kepercayaan orang Kristen. Orang Budha punya kepercayaan lain. Orang Hindu juga demikian. Jadi, menurut Mas Dawam, suatu agama itu benar dan agama-agama yang lain salah, itu menurut kita, dan merupakan suatu pandangan yang subjektif. Setiap orang mengakui kebenaran agama menurut kepercayaan masing-masing.
Apa yang menjadi keyakinan Mas Dawam di atas, menurut saya, perlu ditindaklanjuti. Artinya, memahami pluralisme tidak sekadar memberikan tafsir secara kontekstual-historikal terhadap teks-teks al-Qur’an yang sejak awal turunnya sudah membawa gagasan-gagasan liberal. Menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual-liberal tidaklah cukup, manakala belum membawa implikasi pembebasan bagi kaum minoritas beragama. Mengharapkan wahyu al-Qur’an sebagai solusi dari semua persoalan kehidupan adalah mustahil jika mekanisme pencarian makna teks terampas dan ditundukkan ke dalam pembacaan yang subyektif. Subyektifitas dipaksakan dengan mengabaikan maksud tekstual yang menjadikan teks diombang-ambing sesuai selera pembaca. Tentu saja teks tetap otoritatif dan pembaca menjadi otoriter, karena kebenaran hanya disajikan melalui satu pembacaan dengan mengabaikan pembacaan lainnya. Model pembacaan seperti ini bisa dikatakan kecerobohan karena telah melakukan ’pemerkosaan terhadap teks’. Sebuah pemahaman yang meyakini al-Qur’an sebagai solusi atas semua persoalan kehidupan seraya mengabaikan pendekatan dari berbagai lintas disiplin ilmu yang berkembang merupakan sebuah mitos yang harus dibongkar.
Dalam pandangan Mas Dawam, jika agama tidak ditafsir secara terus menerus, maka akan berakibat pada kematian pemikiran. Jika ahli pikirnya tidak sanggup melahirkan kontekstualisasi gagasannya serta ulama tidak sanggup bertanggung jawab atas agamanya, maka di situlah awal lonceng kematian agama dimulai. Kita harus berani mempertahankan kebebasan pada saat kebebasan sungguh-sungguh terancam. Sapere aude! “Beranilah berpikir sendiri!” Teks pendek itu terbukti menjadi soko guru dunia modern. Pencerahan—mengikuti Immanuel Kant—terjadi ketika manusia membebaskan diri dari selbst verschuldeten ummundigkeit, ketidak-dewasaan atau ketergantungan yang justru kita tumbuhkan sendiri dalam diri kita.
Mas Dawam, memang sosok yang unik, selalu bangga jika disebut sebagai “intelektual liberal”, tapi ia mengamalkannya secara konsisten lewat praktek berpikir bebas. Ia tidak mau menjadi orang munafik, sok suci dan semacamnya. Ia benci pada kemunafikan, pikiran plin-plan. Dawam selalu menekankan bahwa “pencerahan pemikiran” hanya bisa dicapai dengan keberanian berpikir bebas. Karenanya fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme dalam pandangan Mas Dawam, bisa diartikan sebagai pelarangan kemerdekaan berpikir, berpendapat, dan berkeyakinan, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Umat Islam perlu menganut paham pluralisme, yaitu paham yang didasarkan pada kenyataan tentang pluralitas yang sudah menjadi kenyataan di dunia modern. Pluralisme menghormati perbedaan dan karena itu harus ada saling menghormati. Jika tidak maka yang lahir adalah konflik yang mendorong kepada tindakan kekerasan. Tanpa filsafat pluralisme, kebebasan beragama akan terancam.
20 April yang lalu, Mas Dawam genap telah berusia 70 Tahun. Namun, di usianya yang sudah semakin tua, ia tetap produktif menulis. Nalar intelektualnya tak pernah lelah menyuarakan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Akhirnya, saya ucapkan selamat ulang tahun kepada Mas Dawam. Teruslah menulis, teruslah menyanyikan kebebasan di saat kebebasan benar-benar dibelenggu.
Dimuat di Koran Tempo, 28 April 2012
Moh. Shofan
M. Dawam Rahardjo (sebut saja Mas Dawam) adalah tokoh multidimensi (cendekiawan, budayawan, pemikir Islam serta pegiat LSM), dan salah satu ikon intelektual Islam gelombang pertama di Indonesia. Ide-idenya yang segar dan kontroversial—bukan hanya pada pemikiran-pemikirannya tetapi juga tercermin di dalam cerpen-cerpennya (menyebut salah satunya “Anjing Yang Masuk Surga”)—kerap membuat geram banyak orang. Rekam jejak pemikirannya seakan tak mengenal lelah menyuarakan kebebasan, dan pembelaan terhadap kaum yang tertindas. Tetapi, di situlah kekuatan dan kehebatan Mas Dawam, yakni pada ide-idenya yang cemerlang. Berbagai hinaan, cercaan, sampai pada batas-batas yang paling jauh, yakni pengkafiran, pemurtadan, semuanya dihadapinya dengan tenang dan sama sekali tak membuatnya surut, apalagi takut. Mas Dawam tetap mempertahankan apa yang diyakininya sebagai kebenaran, terutama berkaitan dengan isu-isu pluralisme, liberalisme dan sekularisme yang diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kritik Mas Dawam, terhadap golongan Islam konservatif bisa dibilang terlalu pedas. Keberaniannya membela hak-hak semacam penganut Ahmadiyah, Komunitas Eden, Kristen, membuatnya dimusuhi oleh kalangan konservatisme Islam, tetapi di sisi lain juga menempatkannya sebagai pemikir terdepan yang menentang fatwa haram MUI. Mas Dawam melalui pemikiran-pemikirannya yang progresif-liberal selalu menganjurkan kebebasan berpikir dan menjalankan pemikiran pluralisme.
Dalam suatu perbincangan saya dengan Mas Dawam di kantor LSAF, tentang masalah pluralisme, ia berpendapat, jika pluralisme itu dipahami bahwa semua agama itu benar, menurutnya, itu tidak menjadi masalah, tetapi juga tidak terlalu benar. Dikatakan tidak menjadi masalah, karena semua agama itu baik dan benar. Itulah, menurutnya, prinsip pluralisme. Keterangannya bagaimana? Kita sebagai orang Islam tentu saja mempunyai keyakinan bahwa ”sesungguhnya agama yang paling benar adalah Islam”. Hak kita untuk mengatakan itu, dan kita pun termasuk menganut kepercayaan itu. Namun, menurut Mas Dawam, hal ini hanya berlaku bagi kita sebagai muslim. Tetapi itu tidak berlaku bagi orang Kristen. Orang Kristen tidak bisa menerima pandangan semacam itu. Umat Islam tidak akan percaya bahwa Yesus Kristus atau Isa al-Masih itu disalib. Doktrin itu hanya berlaku bagi dan merupakan kepercayaan orang Kristen. Orang Budha punya kepercayaan lain. Orang Hindu juga demikian. Jadi, menurut Mas Dawam, suatu agama itu benar dan agama-agama yang lain salah, itu menurut kita, dan merupakan suatu pandangan yang subjektif. Setiap orang mengakui kebenaran agama menurut kepercayaan masing-masing.
Apa yang menjadi keyakinan Mas Dawam di atas, menurut saya, perlu ditindaklanjuti. Artinya, memahami pluralisme tidak sekadar memberikan tafsir secara kontekstual-historikal terhadap teks-teks al-Qur’an yang sejak awal turunnya sudah membawa gagasan-gagasan liberal. Menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual-liberal tidaklah cukup, manakala belum membawa implikasi pembebasan bagi kaum minoritas beragama. Mengharapkan wahyu al-Qur’an sebagai solusi dari semua persoalan kehidupan adalah mustahil jika mekanisme pencarian makna teks terampas dan ditundukkan ke dalam pembacaan yang subyektif. Subyektifitas dipaksakan dengan mengabaikan maksud tekstual yang menjadikan teks diombang-ambing sesuai selera pembaca. Tentu saja teks tetap otoritatif dan pembaca menjadi otoriter, karena kebenaran hanya disajikan melalui satu pembacaan dengan mengabaikan pembacaan lainnya. Model pembacaan seperti ini bisa dikatakan kecerobohan karena telah melakukan ’pemerkosaan terhadap teks’. Sebuah pemahaman yang meyakini al-Qur’an sebagai solusi atas semua persoalan kehidupan seraya mengabaikan pendekatan dari berbagai lintas disiplin ilmu yang berkembang merupakan sebuah mitos yang harus dibongkar.
Dalam pandangan Mas Dawam, jika agama tidak ditafsir secara terus menerus, maka akan berakibat pada kematian pemikiran. Jika ahli pikirnya tidak sanggup melahirkan kontekstualisasi gagasannya serta ulama tidak sanggup bertanggung jawab atas agamanya, maka di situlah awal lonceng kematian agama dimulai. Kita harus berani mempertahankan kebebasan pada saat kebebasan sungguh-sungguh terancam. Sapere aude! “Beranilah berpikir sendiri!” Teks pendek itu terbukti menjadi soko guru dunia modern. Pencerahan—mengikuti Immanuel Kant—terjadi ketika manusia membebaskan diri dari selbst verschuldeten ummundigkeit, ketidak-dewasaan atau ketergantungan yang justru kita tumbuhkan sendiri dalam diri kita.
Mas Dawam, memang sosok yang unik, selalu bangga jika disebut sebagai “intelektual liberal”, tapi ia mengamalkannya secara konsisten lewat praktek berpikir bebas. Ia tidak mau menjadi orang munafik, sok suci dan semacamnya. Ia benci pada kemunafikan, pikiran plin-plan. Dawam selalu menekankan bahwa “pencerahan pemikiran” hanya bisa dicapai dengan keberanian berpikir bebas. Karenanya fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme dalam pandangan Mas Dawam, bisa diartikan sebagai pelarangan kemerdekaan berpikir, berpendapat, dan berkeyakinan, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Umat Islam perlu menganut paham pluralisme, yaitu paham yang didasarkan pada kenyataan tentang pluralitas yang sudah menjadi kenyataan di dunia modern. Pluralisme menghormati perbedaan dan karena itu harus ada saling menghormati. Jika tidak maka yang lahir adalah konflik yang mendorong kepada tindakan kekerasan. Tanpa filsafat pluralisme, kebebasan beragama akan terancam.
20 April yang lalu, Mas Dawam genap telah berusia 70 Tahun. Namun, di usianya yang sudah semakin tua, ia tetap produktif menulis. Nalar intelektualnya tak pernah lelah menyuarakan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Akhirnya, saya ucapkan selamat ulang tahun kepada Mas Dawam. Teruslah menulis, teruslah menyanyikan kebebasan di saat kebebasan benar-benar dibelenggu.
Dimuat di Koran Tempo, 28 April 2012
Mengapa Semua Agama itu Benar?
http://www.triknews.com/index.php/sentilan1/1906-mengapa-semua-agama-itu-benar
M Dawam Rahardjo
Kedua, kebenaran dan keselamatan (salvation) agama itu ada dua macam. Yang satu kebenaran eksklusif, yang lain kebenaran inklusif. Kebenaran eksklusif adalah kebenaran tertentu yang hanya diyakini dalam agama tertentu. Misalnya mengenai doktrin Trinitas. Umat Islam tidak mungkin menerima doktrin itu, namun doktrin itu bersifat fundamental bagi umat Kristen. Sedangkan ajaran cinta kasih dalam agama Kristen adalah kebenaran inklusif yang bisa diterima oleh pemeluk semua agama.
Ketiga, semua agama itu sama, dalam arti semua agama itu, dalam perspektif masing-masing, pada hakikatnya merupakan jalan menuju kebenaran dan kebajikan. Tidak ada agama yang mengajarkan kesalahan atau keburukan dan kejahatan. Namun memang, substansi dari kebenaran dan kebaikan itu berbeda dari satu agama ke agama yang lain.
Keempat, setiap agama mengandung kebenaran, bukan saja bagi pemeluk agama yang bersangkutan, tetapi juga bisa dilihat begitu oleh pemeluk agama lain. Sebagai contoh, umat Islam atau Kristen bisa memetik kebenaran dari Kitab Bhagavad Gita atau buku-buku Taoisme dan Konfusianisme. Itulah sebabnya Raja Penyair Pujangga Baru, yang juga dianggap sebagai seorang penyair sufi, menerjemahkan Bhagavad Gita dan puisi-puisi Timur yang secara khusus dihimpun dalam kumpulan sajak “Setanggi Timur”. Karena itu, mengapa para pemeluk agama tidak saling mempelajari agama-agama lain untuk dapat memetik hikmah dan kearifan hidup dari ajaran agama-agama lain? Tidak ada salahnya atau tidak berdosa bagi kaum pluralis untuk mengutip hikmah dari ajaran agama-agama lain dalam khotbah di masjid atau gereja.
Kelima, terdapat kesamaan antara agama-agama. Misalnya ajaran the Ten Commandments atau Sepuluh Perintah Tuhan dari agama Yahudi, dapat ditemui juga pada agama-agama lain. Ajaran puasa juga dapat ditemui pada agama-agama lain, walau tidak semua pemeluk agama bisa melestarikan tradisi itu pada zaman modern ini. Namun para pemeluk agama lain bisa menganggap bahwa ajaran puasa itu adalah suatu ajaran yang benar, karena tujuannya adalah mendidik kemampuan manusia untuk mengendalikan hawa nafsu (takwa).
Keenam, semua agama itu pada lahir atau detailnya, atau pada tingkat syari’at memang bervariasi, karena pada tingkat itu sudah berperan pemikiran dan perumusan manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan sejarah. Namun pada tingkat yang lebih tinggi (tarekat dan makrifat) akan dijumpai persamaan-persamaan dan akhirnya mencapai titik temu pada tingkat trensenden (hakikat). Ini adalah teori yang disebut transcendent unity yang dikembangkan baik oleh teolog Kristen maupun muslim, walau dalam wacana timbul pro dan kontra. Di lingkungan Islam, teori semacam ini dikemukakan oleh para sufi seperti al-Hallaj, Ibn al-Arabi dan Jalaluddin Rumi, dan dikembangkan oleh Sayed Hosen Nasr, F. Schuon, dan Hasan Askari, dari teolog modern.
Ketujuh, semua agama dipandang sama dan benar dimaksudkan sebagai pandangan yang harus diambil oleh negara atau pemerintah. Sebab, negara yang harus bersikap adil terhadap setiap individu dan kelompok, tidak boleh berpandangan bahwa hanya suatu agama saja yang baik dan benar, sedangkan yang lain salah. Inilah sebenarnya salah satu unsur dari sekularisme yang dianut dalam sebuah negara yang demokraris, termasuk di Indonesia. Tapi di Indonesia sendiri yang berideologi Pancasila, juga memandang setiap agama itu benar dan baik. Dengan begitu, setiap agama diharapkan berkontribusi terhadap pembangunan negara dan masyarakat.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa semua agama itu pada hakikatnya sama, dan hanya penampilannya saja yang berbeda-beda. Tapi secara keseluruhan, bangunan agama itu tampak sama atau serupa, atau dapat diabsraksikan menjadi sesuatu yang sama.
Misalnya, Swidler bisa merumuskan bahwa semua agama itu terdiri dari empat aspek yang disebut 4C, yaitucreed (akidah), cult (peribadatan), code (pedoman perilaku atau akhlak), dan community structure (struktur kemasyarakatan). Hanya saja, isi dan substansi dari setiap C itu berbeda-beda. Karena itulah dikatakan, agama-agama itu ide dasarnya sama, tetapi berbeda isi dan eksperasinya.
Pluralisme memang memiliki beberapa dan bukan hanya satu perspektif saja. MUI agaknya keberatan terhadap pluralisme karena hanya melihat satu perspektif saja, yaitu kemungkinan timbulnya sinkretisme. Pihak Kristen, sebagai agama besar dan tentu juga memiliki kelompok fundamentalis, juga keberatan terhadap perspektif ini. Salah satu agama sinkretisme adalah agama Baha’i atau Agama Jawa, sehingga timbul gerakan purifikasi di Indonesia yang dipelopori oleh Muhammadiyah yang dinilai berpaham puritanisme.
Tapi sebenarnya, ada beberapa perspektif lain dengan tingkat penerimaan yang berbeda-beda dari agama-agama.
Pertama adalah persepktif persatuan agama-agama (unity of religions). Persepktif ini sudah banyak diwacanakan di Barat, juga di kalangan Islam. Di kalangan Islam juga sudah dikenal konsep “Kesatuan Agama-Agama” (wahdatul adyân) yang berkembang terutama di kalangamn sufi. Tujuan dari perspektif ini adalah agar agama-agama itu tidak terpecah-belah dan bertengkar satu sama lain, lalu bersatu menghadapi, misalnya ateisme, agnostisme, dan marjinalisasi eksistensi dan peran agama-agama di dunia modern. Namun dalam persatuan itu, identitas agama-agama tidak perlu dilebur seperti dalam sikretisme.
Kedua, terbentuknya “Agama Kewargaan” (civil religion). Kalangan Kristen banyak yang keberatan dengan Agama Kewargaan ini. Namun konsep ini sudah berkembang di Amerika Serikat. Hanya saja, bahan bakunya berasal dari ajaran agama Kristen dan Yahudi yang telah dibumikan (mengalami rasionalisasi dan objektivikasi dalam bumi AS). Dalam masyarakat yang lebih plural agama, bahan bakunya bisa digali dari semua agama-agama dunia. Konsep ini menghimpun semua elemen kebenaran inklusif dari semua agama untuk dijadikan pedoman perilaku bagi warga negara.
M Dawam Rahardjo
Dua orang tokoh pluralis agama, Dr. M. Syafii Anwar (MSA), Direktur The International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) dan Budhy Munawar-Rachman (BMR), mantan Direktur Eksekutif Yayasan Paramadina, punya persepsi berbeda mengenai pluralisme. MSA, lebih menekankan pandangan mengenai perbedaan agama-agama atau pluralitas agama-agama sebagai premis paham pluralisme agama. Sementara BMR sebaliknya; ia menganut paham pluralisme berdasarkan pandangan bahwa semua agama itu sama-sama baik dan benar.
Persepsi yang pertama itu diterima sebagai kenyataan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tapi pluralisme menurut BMR ditolak, karena pluralisme dinilai sebagai suatu paham. Yang pertama bersifat obyektif, sedangkan yang kedua subyektif.
Namun, yang menarik adalah, kedua tokoh pemikir muda yang sama-sama berhaluan Islam liberal itu tidak saling mengklaim bahwa persepsinya yang benar dan karena itu tidak saling berbantah. Bahkan keduanya nampak saling membenarkan karena sama-sama memahami bahwa perbedaan itu sebenarnya disebabkan perbedaan titik pandang atau perbedaan dasar teori saja, tapi mengarah pada perspektif yang sama, yaitu pluralisme.
Memang, bagi kaum pluralis, pluraritas agama-agama adalah suatu kenyataan. Tapi justru berdasarkan kenyataan itu, diperlukan suatu paham pluralisme (pluralism is needed to deal with plurality). Hal ini sesuai dengan definisi pluralisme itu sendiri, yaitu “suatu paham mengenai pluralitas” (pluralism is an ism about plurality)Karena itu, tidak bisa disikapi bahwa pluralitas diterima sebagai kenyataan, sedangkan pluralisme ditolak sebagai suatu paham.
Namun jika pluralisme ditolak juga, maka hal itu disebabkan ketidakpahaman, kesalah-pahaman tentang, atau kecurigaan. Misalnya karena pluralisme itu dikaitkan dengan ideologi politik tertentu atau dengan konspirasi global dari Barat. Penolakan dari pihak Islam juga disebabkan penilaian bahwa pluralisme itu adalah suatu teologi yang lahir dengan latar belakang Kristiani di Barat. Buktinya, pelopor pluralisme agama adalah William Cantwell Smith, John Hick, Hans Kung, atau Leonard Swindler, kesemuanya adalah para pemikir dan teolog Kristen, walau ada juga teolog atau filsuf muslim yang juga berpaham pluralis, seperti Sayed Hosen Nasr, F. Schoun, dan Hasan Askari.
Tapi baik pluralisme yang bertitik tolak dari segi perbedaan agama-agama maupun semua agama itu baik dan benar, keduanya tetap saja ditolak. Alasannnya, paham pluralisme agama bisa menyebabkan pelemahan akidah. Jika semua agama itu dianggap benar dan sama, maka orang akan mudah berganti agama. Tapi yang lebih penting adalah pernyataan bahwa pandangan semua agama itu baik dan benar, bertentangan dengan akidah Islam atas dasar dalil “Sesungguhnya agama yang diterima oleh Allah itu (hahya) Islam” (Q.S. Ali Imran: 18). Karena itu, pandangan yang dianggap benar adalah: Semua agama itu salah, kecuali Islam, atau hanya Islam sajalah agama yang benar.
Karena kenyataan tentang pluralitas itu tidak menimbulkan kontroversi, maka yang perlu dijelaskan adalah apa maksud pandangan bahwa “semua agama itu baik dan benar?”
Pertama, pernyataan bahwa semua agama itu baik dan benar perlu dijelaskan dengan keterangan “bagi para pemeluknya”. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap pemeluk agama akan berkeyakinan bahwa agama merekalah yang paling baik dan benar. Karena itu, pernyataan bahwa “Sesungguhnya agama yang diterima oleh Allah itu (hanya) Islam”, hanya benar bagi orang Islam.
Sedang umat Kristen, tentu akan berpendapat bahwa “keselamatan hanya ada dalam (iman kepada) Kristus”, sebagaimana dinyatakan oleh Vatikan sebelum tahun 1965. Setelah itu, Konsili Vatikan mengakui bahwa keselamatan itu juga terdapat (bisa melalui) agama-agama lain, sebagai pandangan baru atau qaul jadid. Bahkan secara khusus, Vatikan sangat menghargai iman Islam. Namun tetap boleh saja dilakukan klaim bahwa agama tertentulah yang benar, tetapi bagi pemeluknya masing-masing.
Kedua, kebenaran dan keselamatan (salvation) agama itu ada dua macam. Yang satu kebenaran eksklusif, yang lain kebenaran inklusif. Kebenaran eksklusif adalah kebenaran tertentu yang hanya diyakini dalam agama tertentu. Misalnya mengenai doktrin Trinitas. Umat Islam tidak mungkin menerima doktrin itu, namun doktrin itu bersifat fundamental bagi umat Kristen. Sedangkan ajaran cinta kasih dalam agama Kristen adalah kebenaran inklusif yang bisa diterima oleh pemeluk semua agama.
Ketiga, semua agama itu sama, dalam arti semua agama itu, dalam perspektif masing-masing, pada hakikatnya merupakan jalan menuju kebenaran dan kebajikan. Tidak ada agama yang mengajarkan kesalahan atau keburukan dan kejahatan. Namun memang, substansi dari kebenaran dan kebaikan itu berbeda dari satu agama ke agama yang lain.
Keempat, setiap agama mengandung kebenaran, bukan saja bagi pemeluk agama yang bersangkutan, tetapi juga bisa dilihat begitu oleh pemeluk agama lain. Sebagai contoh, umat Islam atau Kristen bisa memetik kebenaran dari Kitab Bhagavad Gita atau buku-buku Taoisme dan Konfusianisme. Itulah sebabnya Raja Penyair Pujangga Baru, yang juga dianggap sebagai seorang penyair sufi, menerjemahkan Bhagavad Gita dan puisi-puisi Timur yang secara khusus dihimpun dalam kumpulan sajak “Setanggi Timur”. Karena itu, mengapa para pemeluk agama tidak saling mempelajari agama-agama lain untuk dapat memetik hikmah dan kearifan hidup dari ajaran agama-agama lain? Tidak ada salahnya atau tidak berdosa bagi kaum pluralis untuk mengutip hikmah dari ajaran agama-agama lain dalam khotbah di masjid atau gereja.
Kelima, terdapat kesamaan antara agama-agama. Misalnya ajaran the Ten Commandments atau Sepuluh Perintah Tuhan dari agama Yahudi, dapat ditemui juga pada agama-agama lain. Ajaran puasa juga dapat ditemui pada agama-agama lain, walau tidak semua pemeluk agama bisa melestarikan tradisi itu pada zaman modern ini. Namun para pemeluk agama lain bisa menganggap bahwa ajaran puasa itu adalah suatu ajaran yang benar, karena tujuannya adalah mendidik kemampuan manusia untuk mengendalikan hawa nafsu (takwa).
Keenam, semua agama itu pada lahir atau detailnya, atau pada tingkat syari’at memang bervariasi, karena pada tingkat itu sudah berperan pemikiran dan perumusan manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan sejarah. Namun pada tingkat yang lebih tinggi (tarekat dan makrifat) akan dijumpai persamaan-persamaan dan akhirnya mencapai titik temu pada tingkat trensenden (hakikat). Ini adalah teori yang disebut transcendent unity yang dikembangkan baik oleh teolog Kristen maupun muslim, walau dalam wacana timbul pro dan kontra. Di lingkungan Islam, teori semacam ini dikemukakan oleh para sufi seperti al-Hallaj, Ibn al-Arabi dan Jalaluddin Rumi, dan dikembangkan oleh Sayed Hosen Nasr, F. Schuon, dan Hasan Askari, dari teolog modern.
Ketujuh, semua agama dipandang sama dan benar dimaksudkan sebagai pandangan yang harus diambil oleh negara atau pemerintah. Sebab, negara yang harus bersikap adil terhadap setiap individu dan kelompok, tidak boleh berpandangan bahwa hanya suatu agama saja yang baik dan benar, sedangkan yang lain salah. Inilah sebenarnya salah satu unsur dari sekularisme yang dianut dalam sebuah negara yang demokraris, termasuk di Indonesia. Tapi di Indonesia sendiri yang berideologi Pancasila, juga memandang setiap agama itu benar dan baik. Dengan begitu, setiap agama diharapkan berkontribusi terhadap pembangunan negara dan masyarakat.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa semua agama itu pada hakikatnya sama, dan hanya penampilannya saja yang berbeda-beda. Tapi secara keseluruhan, bangunan agama itu tampak sama atau serupa, atau dapat diabsraksikan menjadi sesuatu yang sama.
Misalnya, Swidler bisa merumuskan bahwa semua agama itu terdiri dari empat aspek yang disebut 4C, yaitucreed (akidah), cult (peribadatan), code (pedoman perilaku atau akhlak), dan community structure (struktur kemasyarakatan). Hanya saja, isi dan substansi dari setiap C itu berbeda-beda. Karena itulah dikatakan, agama-agama itu ide dasarnya sama, tetapi berbeda isi dan eksperasinya.
Pluralisme memang memiliki beberapa dan bukan hanya satu perspektif saja. MUI agaknya keberatan terhadap pluralisme karena hanya melihat satu perspektif saja, yaitu kemungkinan timbulnya sinkretisme. Pihak Kristen, sebagai agama besar dan tentu juga memiliki kelompok fundamentalis, juga keberatan terhadap perspektif ini. Salah satu agama sinkretisme adalah agama Baha’i atau Agama Jawa, sehingga timbul gerakan purifikasi di Indonesia yang dipelopori oleh Muhammadiyah yang dinilai berpaham puritanisme.
Tapi sebenarnya, ada beberapa perspektif lain dengan tingkat penerimaan yang berbeda-beda dari agama-agama.
Pertama adalah persepktif persatuan agama-agama (unity of religions). Persepktif ini sudah banyak diwacanakan di Barat, juga di kalangan Islam. Di kalangan Islam juga sudah dikenal konsep “Kesatuan Agama-Agama” (wahdatul adyân) yang berkembang terutama di kalangamn sufi. Tujuan dari perspektif ini adalah agar agama-agama itu tidak terpecah-belah dan bertengkar satu sama lain, lalu bersatu menghadapi, misalnya ateisme, agnostisme, dan marjinalisasi eksistensi dan peran agama-agama di dunia modern. Namun dalam persatuan itu, identitas agama-agama tidak perlu dilebur seperti dalam sikretisme.
Kedua, terbentuknya “Agama Kewargaan” (civil religion). Kalangan Kristen banyak yang keberatan dengan Agama Kewargaan ini. Namun konsep ini sudah berkembang di Amerika Serikat. Hanya saja, bahan bakunya berasal dari ajaran agama Kristen dan Yahudi yang telah dibumikan (mengalami rasionalisasi dan objektivikasi dalam bumi AS). Dalam masyarakat yang lebih plural agama, bahan bakunya bisa digali dari semua agama-agama dunia. Konsep ini menghimpun semua elemen kebenaran inklusif dari semua agama untuk dijadikan pedoman perilaku bagi warga negara.
Tapi “agama” ini tidak disucikan sebagai suatu akidah keagamaan. Namun kaum Kristen juga keberatan dengan konsep ini, karena dianggap melemahkan kedudukan agama-agama, khususnya Kristen. Dalam kenyataannya, agama Kristen formal justru berkembang sangat marak di AS, dengan indikator tingkat kunjungan ke gereja yang makin tinggi.
Ketiga adalah harapan terbentuknya Etika Global (global ethics). Konsep ini dikembangkan oleh Hans Kung dan Leonard Swidler, keduanya adalah rohaniawan Katolik. Konsep ini sebenarnya berlatarbelakang Eropa, karena di kawasan itu, agama—khususnya Kristen—telah mengalami marjinalisasi yang ditandai oleh tutupnya gereja-gereja karena sepi pengunjung. Masyarakat Eropa tidak lagi menjadi penganut agama formal, tapi mengikuti etika umum. Masyarakat AS dianggap paling religius tetapi kurang etis, sebaliknya masyarakat Eropa dianggap tidak religius tetapi sangat etis. Di Jepang, agama-agama Sinto, Buddha, atau Konfusianisme, juga menyurut sebagai agama formal, tetapi masyarakat Jepang memiliki etika yang sangat tinggi. Di tingkat global, agama formal tampaknya juga menyurut karena saling berkelahi, tetapi spiritualisme marak.
Keempat, berkembangnya “Agama Publik” (public religion). Gagasan ini sebenarnya adalah reaksi terhadap sekularisasi agama yang sebagai kredo dan sistem peribadatan memang telah mengalami sekularisasi dan privatisasi, namun doktrin sosial agama ingin dihidupkan kembali, sehingga agama punya peran dalam wacana publik, di tingkat kebangsaan maupun global. Tetapi berbeda dengan agama privat yang sifatnya suci, konsep agama publik bersifat profan.
Di dunia Islam, konsep “ekonomi syari’ah” umpamanya, dapat disebut sebagai salah satu contoh Agama Publik yang bisa diikuti tidak saja oleh orang Islam, tetapi juga pemeluk agama lain. Dosen-dosen ekonomi syari’ah di Wolongong University Australia, adalah para pastor. Di sini, ekonomi syari’ah dianggap sebagai suatu “kebenaran objektif”. Namun dalam teorinya, unsur-unsur agama lain, misalnya manajemen
Ketiga adalah harapan terbentuknya Etika Global (global ethics). Konsep ini dikembangkan oleh Hans Kung dan Leonard Swidler, keduanya adalah rohaniawan Katolik. Konsep ini sebenarnya berlatarbelakang Eropa, karena di kawasan itu, agama—khususnya Kristen—telah mengalami marjinalisasi yang ditandai oleh tutupnya gereja-gereja karena sepi pengunjung. Masyarakat Eropa tidak lagi menjadi penganut agama formal, tapi mengikuti etika umum. Masyarakat AS dianggap paling religius tetapi kurang etis, sebaliknya masyarakat Eropa dianggap tidak religius tetapi sangat etis. Di Jepang, agama-agama Sinto, Buddha, atau Konfusianisme, juga menyurut sebagai agama formal, tetapi masyarakat Jepang memiliki etika yang sangat tinggi. Di tingkat global, agama formal tampaknya juga menyurut karena saling berkelahi, tetapi spiritualisme marak.
Keempat, berkembangnya “Agama Publik” (public religion). Gagasan ini sebenarnya adalah reaksi terhadap sekularisasi agama yang sebagai kredo dan sistem peribadatan memang telah mengalami sekularisasi dan privatisasi, namun doktrin sosial agama ingin dihidupkan kembali, sehingga agama punya peran dalam wacana publik, di tingkat kebangsaan maupun global. Tetapi berbeda dengan agama privat yang sifatnya suci, konsep agama publik bersifat profan.
Di dunia Islam, konsep “ekonomi syari’ah” umpamanya, dapat disebut sebagai salah satu contoh Agama Publik yang bisa diikuti tidak saja oleh orang Islam, tetapi juga pemeluk agama lain. Dosen-dosen ekonomi syari’ah di Wolongong University Australia, adalah para pastor. Di sini, ekonomi syari’ah dianggap sebagai suatu “kebenaran objektif”. Namun dalam teorinya, unsur-unsur agama lain, misalnya manajemen
Taoisme, dapat pula diintegrasikan ke dalam konsep ekonomi syari’ah, sepanjang tidak menyangkut akidah yang mensyaratkan keimanan, sebab ekonomi syari’at sendiri juga tidak mensyaratkan keimanan. Ekonomi syari’ah dilaksanakan oleh City Bank atau HSBC (Hongkong-Shanghai Banking Corporation), bukan karena nasabah percaya kepeda kebenaran ayat suci Alqur’an, melainkan karena penilaian bahwa sistem syari’ah itu mencerminkan keadilan dan kebersamaan, umpamanya.
Kelima, perspektif yang paling dikenal dari pluralisame agama adalah untuk mencapai kesetaraan agama-agama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama, serta kerjasama untuk kepentingan bersama yang di Indonesia didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Dengan menyadari perbedaan maupun persamaan agama-agama, terbuka ruang bagi dialog. Dari sudut pandang umat Islam, pluralisme dapat dilaksanakan berdasarkan tiga cara, yaitu saling memahami untuk mencapai saling pengertian dan penghargaan (ta`âruf), berloma-lomba dalam kebajikan (fastabiqul khairât), dan kerjasama dalam takwa dan kebajikan (ta`âwun).
Kelima, perspektif yang paling dikenal dari pluralisame agama adalah untuk mencapai kesetaraan agama-agama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama, serta kerjasama untuk kepentingan bersama yang di Indonesia didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Dengan menyadari perbedaan maupun persamaan agama-agama, terbuka ruang bagi dialog. Dari sudut pandang umat Islam, pluralisme dapat dilaksanakan berdasarkan tiga cara, yaitu saling memahami untuk mencapai saling pengertian dan penghargaan (ta`âruf), berloma-lomba dalam kebajikan (fastabiqul khairât), dan kerjasama dalam takwa dan kebajikan (ta`âwun).
· Tulisan kolom M Dawam Rahardjo pernah disarikan TEMPO, 1/1/2006 kemudian disebar ke berbagai laman. Redaksi sengaja memuat ulang karena konteks persoalannya masih aktual.
Ketika Fatwa Wahabi/Salafi Bergandeng Mesra dengan Misi Zionis
http://www.mosleminfo.com/index.php/islamia/akidah/ketika-fatwa-wahabisalafi-bergandeng-mesra-dengan-misi-zionis/
ABU MUHAMMAD
ABU MUHAMMAD
Beberapa tahun yang lalu ketika usiaku masih belasan tahun dan sedang mengenyam pendidikan di sebuah Pesantren, aku mendapati selebaran yang berisi peringatan terhadap kaum Muslimin untuk mewaspadai misi Zionis, diantara yang aku ingat adalah :
1. Pisahkan umat Islam dari ulamanya
2. Pisahkan umat Islam dari Nabinya
3. Pisahkan umat Islam dari kitab sucinya (Al-Quran )
4. Pecah belah dan hancurkan!
Beberapa tahun setelah aku kembali ke kampung, aku dapati fenomena Salafi Wahabi. Dan ketika aku mencermati dogma (ajaran) serta cara mereka “berdakwah” (menyampaikan ajarannya), timbul kecurigaan kuat mereka adalah kaki tangan Zionis. Kecurigaanku bukan tanpa alasan, berikut mari bersama kita cermati secara kritis dengan fikiran dan hati yang jernih tentang beberapa fatwa Salafi Wahabi sekaligus efek yang terjadi dalam konteks keselarasan fatwa-fatwa tersebut dengan misi Zionis:
Misi 1: Pisahkan umat Islam dari ulamanya
Misi ini bertujuan agar umat Islam kehilangan central command/komando yang terpusat dalam segala hal, baik dalam berpolitik, bersosial, beragama, serta menghilangkan metode yang benar dalam memahami agama. Mereka sadar bahwa kegagalan mereka selama ini diakibatkan oleh kuatnya semangat dan persatuan kaum Muslimin dalam melawan mereka. Dan semangat serta persatuan kaum Muslimin tersebut faktanya berpusat pada para ulama. Fakta terbaru, adalah betapa dahsyat akibat/efek dari “Resolusi Jihad” (22-Okt-1945) yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari (NU) juga betapa dahsyat dampak dari seruan para ulama dalam menumpas PKI.
Fatwa Salafi Wahabi yang disinyalir “mendukung” misi tersebut diantaranya adalah :
1. Sesatnya Mazhab Asya’irah/ Asy’ariah dan Maturidiah
Bukti paling dekat atas fatwa tersebut adalah buku yang berjudul “Mulia Dengan Manhaj Salaf” yang ditulis oleh Ust. Yazid Ibn Abdil Qodir. Dalam buku tersebut pada bab terakhir dengan gamblang Ust. Yazid Jawas mengelompokkan Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai kelompok sesat dan menyesatkan. Sebuah buku yang kontradiktif dengan buku yang mereka ciptakan sebelumnya yang merupakan Tahrif (penyimpangan) dari al Ibanah yang berjudul “Buku Putih Imam Al Asy’ari” dengan penerjemah Abu Ihasan Al Atsari, penerbit At Tibyan.
2. Propaganda : Para Ulama adalah Manusia yang Tidak Ma’shum (Tidak terjaga dari salah)
Propaganda “Para ulama adalah manusia yang tidak ma’shum” adalah “Kalimatu Haqqin Uriida Biha Al Bathil” (pernyataan yang benar yang disertai misi batil). Propaganda ini berperan untuk mendorong umat Islam keluar dari mazhab-mazhab yang mu’tabar (diakui) dan beralih kepada “mazhab” yang mereka bangun (mazhab yang tidak bermetode dalam memahami Al-Quran dan Sunnah). Propaganda ini mengesampingkan pesan Allah: “Maka bertanyalah kalian pada Ahlidz Dzikri jika kalian tidak tahu” (An Nahl : 43 dan Al Anbiya’ : 7)
Efek lain dari propaganda ini dapat Anda buktikan dalam sikap Prof. Salim Bajri ketika berdialog dengan Buya Yahya dalam Tema “Sampainya pahala kebaikan yang dihadiahkan untuk orang-orang yang telah meninggal”. Dalam dialog tersebut sang Prof enggan menerima pendapat para ulama dengan alasan mereka tidak ma’shum.
3. Tuduhan “Ta’ashub” (Fanatik) kepada Para Penganut Mazhab
4. Tuduhan “Ghuluw” (Berlebihan) Bahkan Musyrik terhadap Umat Islam yang Menghormati Para Ulama denga Cara Mencium Tangan
5. Haramnya Tawasul dengan Orang-orang Shaleh yang Sudah Meninggal
4. Tuduhan “Ghuluw” (Berlebihan) Bahkan Musyrik terhadap Umat Islam yang Menghormati Para Ulama denga Cara Mencium Tangan
5. Haramnya Tawasul dengan Orang-orang Shaleh yang Sudah Meninggal
Efek lain yang ditimbulkan dari fatwa-fatwa dan propaganda tersebut diantaranya adalah:
a. Hilangnya atau setidaknya berkurangnya trust/kepercayaan umat Islam terhadap para ulama khususnya yang bermazhab Asy’ariyah atau Maturidiyah semacam Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam An-Nawawi, Imam Al-Haitami, Imam Al-Qurthubi, bahkan sebagian besar Pengarang “Al Kutub As Sittah” serta ratusan ulama yang lain.
b. Membuang semua/sebagian pendapat para ulama Asy’ariyah & Maturidiyah yang tidak sesuai misi mereka.
c. Bebas men-tahrif (mengubah) karya-karya mereka yang tidak sesuai keinginan dan bahkan membakarnya, karena dianggap karya orang-orang sesat.
d. Menggantikan peran/pendapat para ulama sejak abad ke-3 hingga abad ke-19 (Munculnya Muhammad Ibnu Abdil Wahab) dengan para “ulama” yang mereka ciptakan diabad 19 dst.
e. Cukup banyak ulama yang pemikirannya dijauhkan dari umatnya.
f. Menghilangkan atau setidaknya mengurangi rasa hormat umat Islam terhadap para ulamanya.
g. Menghilangkan atau setidaknya mengurangi kepatuhan umat Islam terhadap para ulamanya.
h. Menghilangkan metode yang benar dalam mamahami Islam. (hal ini penting untuk misi yang lain)
i. Ibarat hutan yang telah ditinggal “Macan”nya, dan yang tersisa hanyalah “Macan” ompong piaraan dengan fatwa-fatwa aneh.
j. dll
Misi 2: Pisahkan Umat Islam dari Nabinya
Misi ini penting, mengingat ikatan emosional umat Islam dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah faktor fital yang mampu membuat umat Islam rela mengorbankan segalanya.
Adapun fatwa dan tindakan yang disinyalir “Mendukung” misi tersebut adalah:
1. Haramnya Bepergian Menziarahi (Qubbatul Khadra’) Makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Anda yang pernah menziarahi Makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti tahu efek emosional bagi penziarah baik ketika berziarah maupun sesudahnya. Betapa hati yang normal takkan mampu membendung air mata ketika berada di pusara mulia beliau. Rasa haru, bahagia, malu, rindu, bangga, terimakasih, bercampur dalam sebuah hidangan istimewa berupa “Mahabbah” (rasa cinta) yang tidak dapat diungkapkan dengan kata.
Anehnya menurut teman-teman yang pernah muqim di Saudi, ada ulama kebanggaan Wahabi (maaf tidak disebut nama karena orangnya sudah meninggal) yang bersyukur karena tidak pernah menziarahi makam Nabi selama 25 tahun tinggal di Madinah,� hingga para santri di sana berkata: “Memang Nabi nggak mau ketemu Anda”.
2. Haramnya Pelaksanaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Mereka sadar betul akan efek tumbuhnya rasa cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui pujian dan pembacaan sirah Nabi yang ada dalam kitab-kitab maulid yang identik lebih mengangkat sisi Irhash dan Mukjizat Nabi. Fakta telah membuktikan efek Maulid yang terjadi pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, bahkan fakta terbaru adalah betapa dahsyat efek “Shalawat Badar” dalam membakar semangat umat Islam guna menumpas PKI.
3. Haramnya Tawasul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Wafat
Hal ini jika kita cermati argumentasi mereka kita dapati sebuah fakta: Menghilangkan atau setidaknya mengurangi pemahaman umat Islam terhadap Nabinya dalam aspek Nubuwwah dan lebih menonjolkan aspek Basyariyah Nabi (sisi kemanusiaan). Bukti dari efek tersebut adalah pernyataan ulama kebanggaan mereka yang menyatakan bahwa tongkatnya lebih berguna daripada Rasulullah yang sudah wafat.
Dan bukti lain adalah sikap Prof. Salim Bajri ketika berdialog dengan Buya Yahya dalam Tema “Sampainya pahala kebaikan yang dihadiahkan untuk orang-orang yang telah meninggal”. Dalam dialog tersebut sang Prof tidak puas ketika diajukan hadits shahih dari Imam Al-Bukhari dengan dalih Nabi Muhammad bisa salah berdasar QS: ‘Abasa.
4.� Menghilangkan Situs-Situs Bersejarah yang Berkaitan Dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Para Sahabat
Efek yang ditimbulkan dari tindakan tersebut adalah: Hilangnya bukti fisik perjuangan Rasulullah dan para sahabat yang dapat membangkitkan semangat dan keimanan umat Islam.
Jika dalam penghancuran situs-situs bersejarah tersebut Salafi/Wahabi beralasan “Syaddudz Dzari’ah” (mencegah kemungkaran yang mungkin ditimbulkan) yakni sikap “Ghuluw” (berlebihan), maka faktanya mereka mengalihkan sikap “Ghuluw” tersebut kepada Syekh Al ‘Utsimin dengan membangun museum Yayasan Al ‘Utsaimin. Dimana dalam museum tersebut tidak hanya karya sang Syekh yang dihormati, bahkan pena terakhir sang Syekh-pun ditempatkan di tempat khusus dalam etalase mahal. aneh.
Misi 3: Pisahkan Umat Islam dari Al-Quran
Kita semua tahu arti dan peran Kitab Suci bagi semua pemeluk agama, maka sangat wajar jika misi ketiga ini menjadi misi penting. Adapun fatwa dan propaganda Salafi/Wahabi yang disinyalir “Mendukung” misi tersebut diantaranya adalah:
1. Haram Mengikuti Mazhab Tertentu
Silahkan Anda baca Fatwa Syekh Albani tentang masalah tersebut, dan silahkan Anda bayangkan ketika kaum awam melepaskan diri dari tuntunan para ulama dalam memahami Al-Quran.
Bukti akan adanya efek tersebut adalah propaganda yang didengungkan MTA, yakni : “Ngaji ko’ kitab kuning, Ngaji ya Al-Quran sak maknanya”. Dan akibatnya fatwa-fatwa mereka ngawur dan paling ironis dengan enteng mereka mengafirkan sesama saudara Muslim.
2. Jargon Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah
Coba kita cermati akibat yang ditimbulkan dari keberanian orang-orang awam menginterpretasikan Al-Quran tanpa sarana ilmu yang memadahi. Disamping pemahaman yang kontradiktif, mereka telah lepas dari nafas Al-Quran itu sendiri, sehingga begitu mudah mereka mengafirkan sesama umat Islam.
Hal inilah yang diwanti-wanti Rasulullah dalam sabda beliau:
يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِى شَىْءٍ مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ : التَّحْلِيقُ .
“Mereka mengajak pada kitab Allah tetapi justru mereka tidak mendapat bagian sedikitpun dari Al-Quran. Barangsiapa yang memerangi mereka, maka orang yang memerangi lebih baik di sisi Allah dari mereka”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa ciri khas mereka?” Rasul menjawab “Bercukur gundul”. (Sunan Abu Daud : 4765)
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sebaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “.(HR. Bukhari Muslim)
Selanjutnya misi Zionis:
4. Pecah Belah Lalu Hancurkan!!!
Inilah tujuan pokok dari misi-misi penghantar yang kami sebutkan di atas. Sebagaimana di wanti-wantikan Allah dalam Al-Quran :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka” (QS : Al Baqarah:120)
Sedang tindakan kongkrit dalam mendukung misi ini adalah menciptakan kelompok yang menyimpang yang mereka lindungi atas nama HAM semisal “AHMADIYAH” di India, dan disaat bersamaan mereka ciptakan “WAHABI” di Timur Tengah, sebuah kelompok yang berhasil membuat umat Islam saling menghujat, saling mengkafirkan, dst.
Lantas adakah korelasinya misi Zionis tersebut dengan fatwa dan atau propaganda diatas? Mari kita cermati bersama:
Apakah jadinya ketika umat Islam sudah tidak lagi menghormati figur-figur yang dapat meredam pertikaian dan mempersatukan umat, yakni para ulama? Dan apa jadinya ketika umat Islam memandang dan memahami Nabinya hanya dari aspek Basyariyah? Dan apa jadinya ketika umat Islam yang tidak memiliki sarana ikut-ikutan berijtihad dan mengesampingkan tuntunan para ulama?
Fakta yang sudah di depan mata adalah� PERPECAHAN UMAT ISLAM !
Wal ‘Iyaadz Billah…
Mundzir Ahmad
Tuesday, June 4, 2013
PKS Benalu Indonesia
http://politik.kompasiana.com/2013/06/04/pks-benalu-indonesia-565561.html
Pernahkah kamu mendengar PAN adalah Islam, dan Islam adalah PAN; PPP adalah Islam dan Islam adalah PPP? Pendek kata Partai Islam adalah Islam dan Islam adalah Partai Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan PKS adalah Islam dan Islam adalah PKS.
Pernahkah kamu dituduh menyerang PKB sama dengan menyerang Islam; menyerang PBB beararti menyerang Islam ? Pendek kata menyerang Partai Islam sama saja menyerang Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan menyerang PKS berarti ingin menghancurkan Islam.
Pernahkan kamu mendengar orang yang tidak suka dengan Gus Dur, lalu dicap sebagai kafir; menghujat Yusril Ihza Mahendra langsung dibilang dajjal; menyerang Amin Rais atau Hatta Rajasa, serta merta langsung dicap antek zionis; menghujat Al Amin Nasuition, kader PPPyang korupsi itu, langsung dituding pembenci Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya satu tokoh Islam namanya Lutfi Hasan Ishaq. Hingga dengan mudah menyatakan menyerang LHI berarti kafirin.
Pembelaan yang membabi buta semacam ini, mengambarkan sifat sombong dan keangkuhan. Seolah hanya PKS yang memegang kendali dan kebenaran atas Islam. Seolah Allah menyerahkan sebagian kuasaNya kepada PKS, untuk menjadi Nabi baru. Padahal PKS hanyalah partai politik bukan Agama. Sama sebangun dengan partai Islam lainnya.
Apalagi jika ditelusuri jejak sejarah, PKS hanya sekedar “tamu” di Indonesia. Sungguh takjub, ada tamu dapat bertindak tidak sopan dengan “tuan rumah”. Mengapa dibilang “tamu”? Kenyataannya seperti itu. Memang PKS itu siapa? Bila orang-orang PKS berkebangsaan Indonesia, itu benar. Tetapi aliran dan ajaran PKS suatu yang asing bagi kita bangsa Indonesia. PKS itu ajaran asing yang kebetulan mampir di Indonesia. Kalau tidak percaya, cobalah telusuri satu per satu partai Islam di Indonesia.
PAN didirikan oleh orang Muhammadiyah. Dan gerakan Muhammadiyah sudah ada sebelum kemerdekaan. PKB didirikan oleh kaum Nahdiyin. Dan ormas NU sudah ada sebelum kemerdekaan. PBB atau PBR jelmaan dari Masyumi. Dan Masyumi sudah ada sebelum kemerdekaan. PPP lahir tahun 70an awal, fusi dari partai-partai Islam. Lalu PKS berakar kemana? Tidak ada. PKS mengacu kepada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Padahal di tahun 1940an, Masyumi yang merupakan gabungan dari 8 organisasi massa Islam, sudah sejajar kedudukannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir atau dengan Partai Jama’atul Islam di Pakistan.
Lalu coba tanya kepada orang Muhammadiyah di PAN, siapa panutan mereka. Paling disebut Ahmad Dahlan atau Ki Bagus Hadikoesomo.Tanya lagi kepada orang NU di PKB. Pasti akan muncul nama KH Hasyim Asyari atau KH Masjkur. Kepada Yusril, siapa panutannya. Tidak lain akan menyebut M. Nasir. Lalu kepada orang PKS, siapa panutannya. Akan keluar nama Hasan Al Banna atau Yusuf al-Qaradhawi. Siapa lagi ini?. Orang Indonesia kah? Orang PKS tidak bisa menyebut nama tokoh Islam di Indonesia. Karena mereka hanya tamu disini. Ketika Yusril sering disebut Natsir muda, orang PKS tidak mau ketinggalan. Mereka mencoba mengidentikan Anis Matta sebagai Sukarno muda. Apa ngga keblinger. Apa sambungan ideologi dan ajarannya.
Ketidakmampuan mengacu kepada tokoh Indonesia, sangat wajar. Karena ajaran PKS milik orang Mesir yang kebetulan mampir di Indonesia. Bagi saya, buat apa import pemikiran dari Mesir, kalau di Indonesia sudah begitu banyak ulama dan kaum intelektualnya. Toh, agamanya sama. Tuhannya sama. Kitab sucinya sama dan Rasulnya pun sama. Akan halnya tokoh Islam di Indonesia juga belajar dari pemikiran tokoh Islam dari berbagai negara tetapi tidak menjadi rujukan tunggal.
Karena PKS jelmaan orang Mesir di Indonesia, tidak heran perilakunya asing bagi bangsa kita. Supaya dibilang lebih “Islami” kalau ngomong harus banyak pake bahasa Arabnya. Padahal bagi santri pesantren NU, bahasa Arab jadi makanan sejak kecil. Tetapi para kiai NU, terutama di daerah Jawa, lebih suka pakai bahasa Jawa saat berkhotbah. Saat membacakan shalawat Rosul. Bukan berati tokoh seperti Nurcholis Madjid tidak bisa berbahasa Arab. Bahasa Ibrani saja, dia tahu. Tapi tidak menjadi sok Islami, tiap sebentar ngomong Arab. Jangan dikira orang Muhammadiyah dan NU, tidak fasih kajian Al Quran dan Haditsh. Tetapi tidak mau riya, tiap sebentar kutip ayat supaya dibilang orang Islam kaffah.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang-orang PAN, PKB, PPP, atau PBB tidak canggung berdiskusi dan berdialog dengan umat agama lain. Bahkan tidak pernah menyebut umat lain dengan perkataan kafir atau dajjal, apalagi sesama Muslim. Ya, karena mereka sadar. Yang membedakan hanya agama saja, tetapi tetap sebagai satu bangsa Indonesia. Apakah tidak ada perdebatan diantara aliran Islam ini. Wow, sejak zaman dahulu, masalah khilafiyah terus saja diperdebatkan. Dari soal Qunut, Hisab atau Rukyah, ziarah kubur, dan lain-lain. Paling banter hanya keluar kata “bid’ah”. Tidak ada tudingan satu sama lain yang mengatakan dajjal atau kafir. Dan tidak ada yang mengatakan satu sama lain, ingin menghancurkan Islam.
Lalu ada tamu namanya PKS, bisa lebih hebat ketimbang tuan rumah. Merasa paling Islam di Indonesia. Padahal cuma numpang hidup di Indonesia. Mau “mengIslamkan orang Islam”. Waduh, hebat bener. Jadi aliran agama yang jadi tuan rumah, dianggap bukan mengajarkan Islam. Itu kan sama saja, mau meng-Islam-kan orang NU, mau meng-Islam-kan orang Muhammadiyah, mau meng-Islam-kan orang Persis; mau meng-Islam-kan orang Masyumi. Misalnya tentang hijab yang dikenakan para Nyai. Apa dikira para Kiai buta huruf. Tidak bisa baca ayat Al Qur’an, Haditsh dan kaji Fiqh. Padahal itulah yang “dimakan” setiap hari di pesantren.
Kenapa dibilang numpang hidup? Karena ajaran ini tidak punya akar di Indonesia. Ajaran ini tidak bisa tumbuh sendiri, tanpa mengantung hidup di pohon yang sudah ada. Seperti benalu. Ajaran ini bisa tumbuh besar, jika pohonya berakar kuat dan besar juga. Indonesia mayoritas penduduknya Muslim. Dan sudah tumbuh pohon seperti Muhammadiyah, NU, Masyumi, Perti. Dari sanalah PKS numpang hidup dan jadi benalu. Coba pikir, apa bisa ajaran Mesir ini tumbuh besar di Australia, India atau Birma. Dimana penduduk muslimnya minoritas. Apa bisa tumbuh besar ? bisa jadi Partai hebat seperti di Indonesia? Padahal kalau benar mau menyebarkan misi Islam, justru di negara non Muslim lah menjadi sasaran utama. Tetapi, karena sifatnya benalu. Tidak akan bisa tumbuh besar.
Ditambah lagi ajaran orang Mesir ini, berubah menjadi Partai Politik. Sifat benalu bertambah menjadi sifat bunglon. Tidak ada yang jadi pegangan utama. Selain mau merebut kekuasaan. Aneh, tidak punya peran dalam sejarah kemerdekaan dan mendirikan negara ini, malah mau merebut kekuasaan. Apa sifatnya bunglonnya? Lihat saja. Masuk ke perkotaan dimana sudah ada tuan rumah Muhammadiyah disitu, pura-pura jadi Muhammadiyah. Masuk ke desa, yang banyak kaum Nahdiyin, pura-pura juga ikut dalam tradisi NU. Yang lebih tragis bukan hanya itu. Masuk dan ingin merangkul kaum abangan. Dimana banyak golongan nasionalis disitu. Jadi orang nasionalis juga. Ikut teriak Merdeka juga. Ikut muji Sukarno juga. Mau merebut basis Golkar, mulai merapat ke keluarga Suharto. Meskipun Amin Rais, capres dari tokoh Islam, diacuhkan malah mendukung Wiranto. Agar bisa dekat dengan tentara. Lihat saat Wiranto dan Yusuf Kalla gagal masuk putaran kedua, secepat kilat mendukung SBY. Lalu bilang ke SBY, bahwa PKS sudah kerja keras peluh keringat memenangkan SBY, supaya dapat jatah Menteri. Dengan penuh semangat tak tahu malu, saat posisi SBY masih kuat, bilang komitmen dengan koalisi dan menjadikan SBY sebagai imam. Kini, saat SBY melemah, berbalik menyerang SBY. Ya, itulah sifat bunglon dan benalu. Tamu yang tidak tahu malu.
Tamu yang bangga bisa menjadi orang Mesir. Untuk menutup kedok ajaran Mesir, bilang membawa ajaran Islam Kaffah. Malu menyebut diri sebagai bangsa Indonesia. Tetapi doyan dengan kekuasaan yang ada di Indonesia. Jika tokoh PPP, PKB, PAN, PBB seperti Yusril, Gus Dur, Amin Rais bisa dengan gamblang bicara tentang konsep kenegaraan Indonesia. Tentang hukum, ekonomi, kesejangan sosial, pluralisme, Pancasila, hutang luar Negri. Sebaliknya orang PKS gagap. Hanya bisa mengutip ajaran Mesir. Agar lebih sedap, ditambah sedikit ayat suci dan cukilan Hadish.
Maka jangan heran jika perilaku orang Mesir ini, aneh dan asing di mata kita. Ambil contoh kasus saja tentang korupsi dan KPK. Sebelumnya sudah banyak orang PPP, PKB, PAN yang ditangkap KPK. Tidak ada yang bilang KPK itu zionis atau antek Amerika. Padahal partai ini, partai Islam juga. Mereka lebih tunduk dan patuh pada penegakan hukum. Ya, karena orang partai ini, mengerti hukum di Indonesia. Beda sekali, ketika orang PKS ditangkap KPK. Sifat orang Mesir nya keluar. Tuding sana, tuding sini. Sruduk sana sruduk sini. Kita sampai heran dibuatnya. Mau gimana lagi, memang itu watak orang Mesir. Seperti watak turunan Firaun. Mana mereka mengerti hukum di Indonesia. Wong mereka tamu. Numpang hidup di Indonesia.
Saya lebih bangga jadi bangsa Indonesia ketimbang jadi jelmaan orang Mesir.
Subscribe to:
Posts (Atom)